Kejar, tapi jangan terlalu.
Cari
duit, tapi jangan melulu.
Miliki banyak orang di sekitar, tapi selektiflah dalam memilih siapa yang dekat.
Kebahagiaan
di kehidupan modern mengajarkan kebebasan tapi peraturannya kadang melibatkan
kesunyian.
Hari
ini berkontemplasi dikit bahwa emang gak ada yang bener-bener tau apa sih kebahagiaan.
Kalau pas lagi bahagia, kebahagiaan tuh keliatannya jelas, sederhana, gampang
dicapai.
Misalnya
aja pas lagi ngumpul sama keluarga dan berkumpul sama mereka yang kita cintai.
Nggak ngapa-ngapain, memperhatikan mereka berdiam diri. Kadang suka mikir di
tengah keheningan bersama keluarga, asal bersama mereka, itu bentuk kebahagiaan
yang paling murni. Tanpa musik, nggak ada argument, nggak juga obrolan.
Apa
mungkin di saat itu nggak ada pikiran apapun yang tersisa yang bisa menipu kita
dari kebahagiaan ya? Saat itu mungkin jiwa kita ngasih tau, “hey kamu ini lagi bahagia
loh”
Kalau
lagi ngobrol, kadang suka terlintas mikir, “ini menyenangkan”,
misalnya kalau sama gebetan. Tapi kalau bisa sampe nyaman dalam diam, levelnya lebih tinggi
lagi, seolah menghabiskan waktu itu nggak masalah. Nggak ada aku. Pemadaman
ego. Gagasan tentang diri sendiri sepenuhnya terpinggirkan.
Jadi
inget kan sama ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa), yang bisa sembuh dari
covid-19 dengan mudah. Menurut kamu, mungkin nggak sih "pikiran itu adalah musuh
dari kebahagiaan"? Karena menurutku, dalam berpikir ada keegoisan yang bisa mencuri
secuplik kebahagiaan dari kita.
Sedikit
sadar hal ini, akhir-akhir ini pas rutin berjemur dan melatih pernafasan.
Mungkin
kebahagiaan itu datangnya dari something yang lebih dalem dari diri kita.
Ketika
kita secara sadar tulus dan memukul mundur semua pikiran-pikiran.
Kalau
lagi Latihan pernafasan, aku suka menutup mata. Kadang sambil memikirkan happy
places atau happy moments. Dan yang muncul di kegelapan mata tertutup itu biasanya
sebuah perasaan utuh, kokoh, kesatuan yang alami. Perasaan yang mendefinisikan
hubungan antar hal. Biasanya tentang keluarga atau persahabatan.
Saat
mikirin yang happy-happy, seketika itu juga merasa lebih baikan.
Ketika
kita membiarkan diri dalam keheningan, kita membiarkan pengamat dalam diri kita
ambil alih. Ketika sang pengamat ini sadar, “hey saat ini kamu mengamati ya, nggak
harus mikir ini-itu!” Sang pengamat bebas. Cuman liat-liat aja, mendengarkan,
nggak pake prasangka, harapan, penilaian, atau antisipasi.
Kadang
ketika dalam kondisi sadar penuh, ilusi kehidupan membuka rahasianya satu
persatu. Misalnya saja, kebenaran bahwa diri kita ini segalanya tapi juga
sekaligus nggak ada apa-apanya. Everything and nothing at once. No one, and
also everyone. Menyadari bahwa kematian juga awal dari kehidupan. Juga,
menyadari adalah pondasi eksistensi. Bahwa diri ini fana. Bahwa mungkin pikiran
kita adalah pembatas dari sang pengamat dalam diri untuk lebih mahir dalam memasuki
kebahagiaan.
---
Comments
Post a Comment