Selama aku hidup, aku
ngga pernah suka untuk mendefinisikan kebahagiaan. Aku takut kalau aku mencari
apa arti kebahagiaan, di satu titik aku akan bilang “aku nggak bahagia”
Kemudian… hidup berjalan. Ratusan purnama berlalu. Salah satu dosenku bilang, “you can’t achieve what you can’t measure”.
Oke. Kalau ngga tau cara ngukur kebahagiaan, atau nggak tau apa indikator kebahagiaan, kebahagiaan itu akan sulit dicapai. Kalau pada akhirnya, diartikan atau tidak, di suatu titik kita akan tidak bahagia, lantas aku pada tahun 2020 memilih untuk memberi arti pada kata yang paling abstrak dan paling diidamkan itu.
Dulu pernah ikut
challenge nulis untuk menulis daftar hal yang membuatku bahagia,
aku ingat, aku bertanya pada orang di sekitarku “menurut kamu, apa kira-kira
yang membuatku bahagia?” Well, itu karena aku nggak tahu apa yang berkontribusi
pada kebahagiaanku sendiri. Iya betul, karena aku tidak pernah mencoba
memikirkannya sambal duduk panjang dan merenunginya dengan serius.
Tapi kali ini, aku
akan menyampaikan arti kebahagiaan yang aku peroleh setelah hidup tanpa
pegangan definisi kebahagiaan.
Sederhana.
Aku mendefinisikan kebahagian erat
berkaitan dengan KESEHATAN.
Kesehatan apa?
Menurutku, untuk bisa bahagia yang purna, seseorang akan membutuhkan kesehatan
fisik, kesehatan mental, kesehatan finansial, dan kesehatan spiritual.
Mengapa begitu? Aku
pikir, kesehatan adalah kata yang paling dekat dan lekat untuk menggambarkan keadaan diri
seseorang. Jika seseorang sehat, tiada hari yang ia lalui dengan ketakutan,
kesulitan, ataupun kepedihan yang mencemaskan.
Kebahagiaan terasa
lebih nyata jika semuanya bisa dinilai secara operasional dan teknisnya bisa
langsung wasweswos dibawa ke lapangan. Mari kita bedah pemahaman mengenai kesehatan-kesehatan
ini.
Pertama, kesehatan
fisik. Premis bahwa kebahagiaan itu salah satunya berbicara kesehatan
badaniah ini sepenuhnya benar, karena orang yang sakit akan melupakan gairah
hidup dan hasrat keduniawian. Untuk bertahan hidup di tengah rasa sakit tentu
sulit. Orang yang sakit hanya ingin satu hal, tapi orang yang sehat
menginginkan banyak hal.
Kesehatan fisik
menjadi yang utama, karena dia menopang keberadaan kesehatan lainnya.
Kedua, kesehatan
mental. Menurutku, ini penting di zaman sekarang, terlebih aku ingin
mengacu kepada piece of mind. Ke-da-ma-i-an. Paulo
Coelho bilang “What is success? It is being able to go to bed each
night with your soul at peace”. Aku selalu mencoba untuk merenungkan
ini sejak aku pertama kali membacanya, tiap malam aku belajar untuk lebih damai
dengan pikiran diri sendiri dan nyaman menjadi diri sendiri. Kalau tingkatan
kita sudah sampai pada aktualisasi diri, tentu akan mudah melakukannya. Tapi
seringkali, berdamai dengan diri sendiri adalah perjuangan yang butuh dipraktekkan
tiap saat. Intinya sih harus SADAR. Sadar kalau kita juga perlu baik ke diri
sendiri, terutama di hari-hari yang terasa menyebalkan.
Menurutku, dapat
menjaga kewarasan mental diri sendiri itu salah satu yang paling melegakan.
Cobain deh belajar mengenali jiwa kita, sampai di poin kita punya kontrol (rem
dan gas) untuk menjadikan hari dan hati lebih tenang, lebih menakjubkan dan
lebih alhamdulillah.
Ketiga, kesehatan
finansial. Yang ini sebenernya agak kontradiktif, di satu sisi
paham bahwa kebahagiaan nggak semuanya bisa dibeli uang. Tapi perspektif yang aku gunakan di sini adalah kesehatan finansial dapat meminimalisir atau
mendistraksi hal-hal yang membuat kita nggak bahagia. Misalnya kalau sakit perlu biaya berobat, atau kalau lagi sedih pengen jajan ke indoapril. Jadi duit itu perlu.
Pernah baca pemikiran
filsuf bernama Osho yang bilang, apapun yang kamu sangkal, akan menjadi
penjara baru untukmu. Jadi aku nggak mau menyangkal kebenaran bahwa
kesehatan finansial bisa berdampak besar ke kebahagiaan. Di umur yang sekarang
sadar, finansial yang sehat itu mencakup pembagian duit pada pos-nya sesuai
kebutuhan, termasuk investasi dan kepemilikan dana darurat.
Kalau mengingat jalan
hidup biksu atau pastur yang hidup selibat dan melakukan pengasingan dari kepemilikan,
rasanya aku setuju bahwa untuk hidup bahagia sesungguhnya nggak butuh banyak
harta materiil. Tapi hidup sebagai biksu atau pastur itu level game paling susah di kehidupan ini, and playing on the most
difficult level is not for everyone~
Yang terakhir, kesehatan
spiritual. Baru sadar bahwa kesehatan spiritual itu penting tahun ini,
ketika iman naik turun, dan ngerasa nggak sehat dalam beribadah, kadang memang
dalam menyadari Tuhan di situlah kita lebih bahagia. HAHAHAHA ini umur aja
yang berbicara begini. Kalau lagi sedih atau menderita, emang paling enak,
ngobrol sama Sang Pemilik Segalanya. Spiritual disini aku artikan sebagai
dimensi lain yang ingin kita yakini. Karena ke-semua Kesehatan yang lain sungguh
terikat kefanaan duniawi, di satu sisi butuh penyeimbang dan penyeleras yakni Zat Yang Maha. Kalau nggak ada yang ini, hidup rasanya kosong, seperti cangkang.
Yak, begitulah
pemaparan mengenai arti kebahagiaanku..
Aku tau arti
kebahagiaan buat orang beda-beda, padanan kata dan pendekatannya juga
bervariasi. Misalnya, ada orang yang memaknai kebahagiaan hanya dengan melalui hari dengan ceria, menikmati apa yang dijalanin,
berkah yang tak terhitung, sampai pada kepuasan akan kehidupan secara umum.
Sungguh lah, happy itu macam-macam~
Tapi satu kesadaran pentingku
di tahun ini adalah, kalau aku sudah mengantongi definisi kebahagiaanku
sendiri, aku bisa terus belajar untuk menuju kesana. Pun ketika aku merasa aku
kurang bahagia, aku tahu aku harus melangkah kemana.
Yang paling harus
ditekankan adalah bahwa happiness itu proses, pemahamannya bejibun dan
pembelajarannya kadang sulit.
Lastly, I hope
everyone who is reading this could find and define what is your happiness
about.
Cheers to our happy future~~!!!
Sincerely,
Your favourite.
Comments
Post a Comment