Truth to be told, kalau kita terlahir dari keluarga biasa saja kadang kita merasa bahwa kelas sosial itu nyata dan kita ga suka sama anak orang kaya. Salah satu drama Korea yang lagi booming saat ini adalah Penthouse, inti ceritanya drama orang tajir.. Ketika menonton kisah terkait si kaya yang memiliki segalanya dan si miskin yang hanya memiliki semangat hidup dan perubahan. Saya mengutuk kaum kaya dan mendukung si miskin.
Hati ini kesal sendiri melihat semua ketertiban dan ketulusan kayaknya ga bisa diimplementasikan pada manusia tajir melintir itu.. Dalam lubuk sanubari terdalam bermuhasabah, kenapa sih anak orang kaya jalan hidupnya dibuat semudah itu, kenapa semua orang memperlakukan mereka lebih baik, dan kenapa enak banget ga ada prihatin dan susahnya? Tapi kalau dengan kejernihan pikir…. tentu hal tersebut juga di luar kendali anak-anak orang yang terlahir kaya raya ini..
Dipikir lagi, ada beberapa hal nggak menyenangkan karena lahir dengan sendok emas.
Dulu pernah baca buku Antifragile karyanya Nassim Taleb, poin buruk dari terlahir kaya adalah hidup yang terlampau nyaman dan stabil, karena pada hidup seperti itu jarang tercipta inovasi. Pun juga pemikiran saya mengenai, apa rasanya hidup tanpa kegigihan, bukankah membosankan?
Balik lagi ke drama Penthouse, di drama tersebut juga ada sisi-sisi dari orang kaya yang ternyata menyedihkan.. misalnya aja gimana pressure berat jadi anak orang kaya~ karena Lo anak orang kaya, apapun achievement Lo terus menerus diidentikkan dengan power of money dari keluarga besar Lo. Sering terjadi kan kalau liat orang sukses pasti ada aja yang bilang “ah dia sih jelas bisnisnya lancar, bapaknya kan si anu..”
Kebayang betapa sulitnya membuktikan kemampuan diri sendiri, sulit untuk mengenali diri sendiri, kalau terlahir kaya pasti susah paham apa kelebihan diri ini (selain duit ye) dan susah juga menerima kekurangan diri.. Sedikit sekali yang akan memahami anak orkay ini seutuhnya.
Saya jadi ingat ketika menjadi tutor di SBM, saat itu di kelas saya bertanya tentang pernahkah kalian naik LCC (Low-Cost Carrier), macem Air Asia atau Citi Link. Ada satu anak di kelas tersebut yang ngga pernah karena selalu naik Garuda dan pesawat high end. Talking about crazy richhhhhhhh!!! Menggelora kemiskinanku~ Menjelang UAS ada juga anak di kelas tersebut yang sakit, dan berobatnya langsung ke Penang, Malaysia. Perbedaan yang sangat kontras, dulu pas jadi mahasiswa ya pergi ke klinik kampus dongg.. bisa-bisanya berobat ke Luar Negri wadawww..
Okay
okay.. bentar… emang ITB dan kampus manapun juga pada masa kolonialisme
merupakan simbol dari kalangan priyayi, hanya golongan bangsawan yang bisa
afford higher education. Kalau sekarang sih akses sudah lumayan merata..
HAHAHAHAH tapi ngeliat super tajirnya anak SBM, bikin aku sadar ada derajat
yang berbeda di antara orang ini, mereka ga akan pernah tau rasanya susah di
taraf orang miskin wkwk..
Poin lain setelah menonton Penthouse adalah bahwa anak orang kaya sebenarnya pilihan hidupnya sangat terbatas.. Kalau orang tuanya pejabat pemerintahan, anaknya nggak jauh-jauh pasti karirnya jadi politisi juga. Kalau orang tuanya penyanyi kondang, anaknya pasti didaftarin ke sekolah vocal dan jadi penyanyi juga. Kalau orangtuanya pebisnis, pasti diwarisin dong bisnisnya dan anaknya memegang tampuk kepemimpinan. Iya seneng-seneng aja sih harusnya kan hidupnya enak. Tapi hati orang nggak ada yang tahu. Pun kita juga nggak tahu, apa yang sesungguhnya anak orang kaya ini harus lakukan dan apa aja pengorbanan mereka untuk menjalani hidup sebagai anak orang kaya..
Begitulah kiranya, kadang dari drama paling picisan sekalipun membuka sebuah kekeruhan pikir. Mohon maaf kalau masih belum bijak dalam berpikir :)
Comments
Post a Comment