Skip to main content

Keberkahan dari Disalahpahami

Dulu banget pas baca The Subtle Art of Not Giving a F*ck, kepikirannya cuman dua. Ternyata di dunia ini banyak ya yang terganggu sama pemikiran orang lain, dan ternyata ini pun dialami oleh bule yang memiliki traits confidence dan seharusnya mampu menampilkan sisi superiornya.

Menurutku buku tersebut lahir dari keresahan orang-orang yang bertanya, “gimana ya caranya supaya gue berhenti peduliin apa kata orang?”

Lagi-lagi seiring aku mendewasa, aku tau pertanyaan tersebut salah.

Faktanya semua orang emang peduli apa yang dipikirkan oleh seseorang tentang dirinya. Fakta lainnya peduli sama apa yang dipikirkan oleh semua orang, sudah jelas, adalah sebuah kesalahan. Seenggaknya, yang harusnya kita lakukan adalah menyelaraskan apa yang kita ketahui tentang diri kita dengan apa yang dipikirkan orang tentang kita. Dalam implementasi lanjutannya, kita justru perlu mengubah apa yang dipikirkan orang mengenai kita menjadi berguna buat diri kita sendiri. Improvisasi personal, misalnya?

Kalau di statistik, ada istilah yang dinamakan degree of freedom.. semacam variable independent/konstanta yang bisa diotak-atik dalam proses pengujian hipotesis.

Pada situasi dimana kita dihadapkan sama pendapat orang, kita punya dua degree of freedom. 1) milih orang-orang yang kita pedulikan pendapatnya 2) milih sejauh mana kita mau peduli terhadap pendapat-pendapat tersebut.

Kebanyakan orang sebetulnya urusan nomor 1 udah jago, tapi urusan yang kedua memang harus dilatih.

Aku inget banget ada dua penulis non fiksi yang aku gemari: Reza Aslan dan Noah Smith. Aku follow mereka sudah cukup lama di twitter. Aku sering memperhatikan gimana mereka bereaksi terhadap haters. Yang aku wow-wow-wow adalah, Reza Aslan mengingat follower nya yang pernah menghujat beliau karena suatu issue dan follower tersebut kemudian mengunfollow beliau, tapi kemudian follower itu follow lagi hanya untuk reply berupa ujaran kebencian lainnya. IMPRESIF. Kemudian Noah Smith juga sering twitwar langsung dengan orang yang menghujat beliau. IMPRESIF.

Mereka berdua peduli dengan apa yang dikatakan orang, dan mereka memilih untuk membiarkan dirinya disalahpahami, dianggap salah pun. Aku inget banget mereka berdua juga tipe yang suka menghujat kebijakan Trump. Wkwkwk, dalam waktu yang sangat lama mereka peduli apa yang dikatakan orang, mereka memilih sisi untuk berdiri, seringkali disalahpahami, tapi selama sejarah di masa depan akan berkata itu benar, mereka membiarkan orang mengganggap mereka bersalah.

Kalau ada pesan moral dari hal tersebut, ya ini… Terdapat keberkahan dari disalahpahami selama kamu berada di jalan kebenaran.


sebuah pesan penting dari Coco Chanel, gimana caranya supaya ga peduli? Ya ga usah dipikirin. Tapi apakah manusia semudah itu berhenti berpikir? Tentu ngga.

◡̈

Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga ...

Kentut

Saya pernah nonton variety show-nya Negri Gingseng, Hello Counselor . Acaranya membahas problematika, kesulitan, dan penderitaan seseorang. Kind of curhat, but the problem usually soooo silly and weird, you can’t even imagine. Disitu ada host sama penonton. Host berfungsi juga sebagai panelis tanya jawab tentang permasalahan tersebut. Tanya jawabnya dua arah, dari sisi yang punya masalah dan yang jadi biang masalah. Hingga pada satu titik mereka coba memberi solusi. Terus penonton ngejudge itu masalah bukan untuk kemudian voting. Nah yang paling banyak dapet vote , nanti dapet hadiah. Ada satu episode yang menarik yang melibatkan hal paling manusiawi : kentut.

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar...

Entry 5 - Gratitude Journal: Wished

What is something that you have now that seemed like a wish back then? The first thing that comes to my mind is the freedom to do anything.  Hal yang tampak seperti mimpi dulunya adalah melakukan hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa. Beberapa di antaranya merupakan adegan berbahaya yang hanya bisa dilakukan oleh ahli. Hal seperti bepergian sendiri kemanapun, membeli barang-barang lucu yang diinginkan, bahkan berpikir hanya untuk diri sendiri. Aku tidak tahu kenapa kota tempatku tinggal,  Karawang disebut Kota Pangkal Perjuangan, tapi aku cukup tahu semua orang di sini memang bergelar pejuang. Menjadi dewasa artinya bergerak menjadi seorang yang berjuang. Dulu semuanya diperjuangkan oleh orang lain tanpa kita maknai. Sekarang aku tahu betapa lelahnya itu, tapi tidak ada seorang pun bertanya, karena semua orang ingin beristirahat juga. Aku suka menjadi dewasa karena hal-hal yang tidak terlihat ketika aku kecil, sekarang semuanya nyata. Sayangnya, kita semua mend...