Disclaimer. Saya
merupakan pengguna WhatsApp yang selalu mengaktifkan centang dua biru. Standar
moral saya berbunyi: meninggalkan seseorang dalam posisi read tanpa membalas
adalah sopan karena saya membalas hanya jika saya mau dan bisa.
Harusnya sih ada ya neraka khusus
untuk orang-orang yang balas chat lama. Atau paling tidak seharusnya ada fatwa
yang mengurusnya. Biar orang-orang tahu betapa chat lama tidak dibalas itu
dosa. Tidak masalah jika orang tersebut sedang sangat sibuk atau ada
kepentingan lain sehingga tidak punya waktu untuk membalas. Yang jadi masalah
adalah orang memang dengan sengaja membuat orang lain menunggu dan merasa
diabaikan. Apalagi kalau tidak dimengerti alasannya apa. Lebih parah lagi,
sering terjadi dalam kasus yang penting seperti dua insan yang dalam masa
pendekatan. Sampe ada istilahnya sendiri, di ghosting…. Iyaaapp, asal katanya
ghost yang berarti hantu, secara ngga langsung di-ghosting ini semacam
sarkasme: si doi ngilang kaya setan.
Saya sendiri pada awalnya sangat
menghormati kebebasan berpendapat. Tidak memberi pendapat (atau tidak membalas
pesan dalam hal ini), sebenarnya bukan persoalan.
Tapi… belakangan gregetan sendiri
karena beda standar moral. Saya pikir lebih bijaksana jika seseorang
menunjukkan bahwa chat tersebut telah dibaca. Jelas hal ini lebih mudah
dilakukan oleh pengguna centang dua biru.
Khusus pengguna centang dua
abu-abu, wajib hukumnya membalas sebagai konsekuensi dari pilihannya
menggunakan centang abu-abu. Pun jika tidak membalas, sebaiknya mempersiapkan
alasan yang logis untuk tindakannya.
Aku ingin berteori.
Karakter centang dua biru ini
seperti anak Bekasi yang slengean, yang demokratis, transparan, progresif,
namun kadangkala bedebah. Sebaliknya, karakter centang dua abu ini seperti anak
Solo yang berusaha menjaga perasaan, mengayomi, pasifis namun sesekali
brengsek.
Ah. Apalah artinya centang, jika
tidak dibalas atau dibalasnya lama, sama bedebah dan brengseknya.
Kalian pernah kan berstrategi
untuk nge-hold dulu untuk ga membalas secepat itu sama gebetan, biar ngga
keliatan terlalu demen atau agresif. Berapa lama kalian menahan diri? Kalau
saya hanya bertahan satu menit. Satu menit yang terasa seperti tujuh tahun.
Kemudian saya balas. Dan biasanya pria akan membalas lebih lama…
Kenapa kalau balas chat lama sih?
Masih main strategi?
Kemudian saya meragukan diri.
Kenapa harus kaya begini sih? Buang-buang waktu tau ngga?
Saya segera sadar diri.
Mari simpulkan lebih cepat.
Pertama, kalau chatmu dibalesnya lama atau ngga dibales sama sekali, jelas kita
bukan prioritasnya. Solusinya memang harus mundur teratur. Hubungan ini belum
keliatan hilalnya. Atau mungkin dia secara relasi kuasa posisinya di atas kamu,
kamu ngalah aja, tar juga kalau butuh datang ngga dijemput pulang pake ojol (?)
Kedua, ini masih bisa diobatin,
saya sendiri pernah jadi orang di kubu kedua ini. Ada tipe orang yang kalau
sibuk, buka hape tapi beneran bales kerjaan yang paling penting doang, terus
nunda-nunda bales chat yang sekiranya masih bisa menunggu. Mungkin solusinya
dengan terus mencoba chat mencari bahan pembicaraan yang oke, atau mohon
ditunggu saja sampai agak reda kesibukannya.
Jujur saja dalam masa pendekatan
saya memang bedebah karena sering juga lama balas chat atau bahkan ngga chat
sama sekali, tapi itu murni karena tuntutan rutinitas dan pekerjaan.
Ada satu hal yang saya sadari
ketika pandemi. Saya mudah melupakan sesuatu jika ia berada di luar jangkauan
radar saya. Misalnya saja, saya setiap pagi selalu bikin kopi untuk saya minum
hangat-hangat. Tapi jika kopi itu diletakkan bukan di meja saya, saya akan
lupa, dan kopi itu akan saya lupakan sampai sorenya. Kopinya sudah dingin.
Saya merasa saya punya masalah
terhadap jarak. Kalau sesuatu jaraknya jauh sehingga hilang dari peredaran
saya, saya akan begitu saja melupakannya.
Dalam kasus ini, saya pernah
menderita kerugian besar. Suatu ketika masih kuliah tingkat satu, saya sedang
sibuk-sibuknya menjalani hari-hari sebagai mahasiswa yang serba meraba ini
gimana sih. Pacar saya saat itu setingkat dengan saya. Kami sama sibuknya
sebagai mahasiswa baru. Karena kesibukan kuliah ini, saya sering sekali lupa
bales chatnya. Dia pun sama. Masih inget banget, kadang kita sampe lupa ngga
chat satu sama lain berhari-hari sampai berminggu-minggu.
Out of sight, out of mind…. Pada
akhirnya out of love. Ya memang bukan karena ngga bales chat aja putusnya, tapi
banyak masalah juga. Cuman… Chat itu kan bentuk komunikasi, kalau komunikasi
saja jarang, apa masih bisa disebut ‘hubungan’?
Makanya setelah kejadian putus
sama pacar yang itu, saya jadi risih ketika ada orang yang bales chatnya lama.
Dalam benak saya terbersit mungkin sejak awal memang kita tidak seharusnya
‘chat-an’.
Melalui tulisan ini, saya ingin
menyampaikan saran kepada sanak saudara dan siapapun yang membaca. Bukankah
ayat pertama yang turun itu seruan untuk membaca? Maka dari itu, aku tidak
memintamu untuk membalas, cukup dengan bacalah. Urusan kamu membalasnya lama,
biarlah sang waktu yang berkontribusi.
Life is short, chat him/her first
Comments
Post a Comment