Ada haru terlipat membiru di
setiap Raden Mas Agung membuat cuitan dalam Bahasa Indonesia sedangkan darahnya
totok meneriakkan hymne kebangsaan Korea Selatan. Mungkin Raden Mas Agung
mengincar kursi Menteri Pendidikan dan Olahraga, atau mungkin persoalannya
sesederhana jatuh cinta pada pribumi, atau kekayaan isi perut bumi. Bisa
kombinasi ketiganya jika mau merumitkan kepala yang penuh nestapa.
Malam itu serangga merampok
keheningan malam yang melenakan penduduk Semarang. Raden Mas Agung masih harus
banyak belajar menerima. Fans nya mulai bergejolak lantang memintanya mengucap
makian legendaris yang terkenal seantero Suroboyo. Bisakah do’a fans terlaknat
Raden Mas Agung membawanya menggerakkan jemarinya? Semoga tidak, karena
bagaimanapun, Raden Mas Agung adalah seorang Raden Mas yang tidak sepantasnya
berbicara pada level manusia pengabdi cuan. Khawatirnya terjadi efek domino
yang berdampak pada hubungan multilateral. Bukan tidak mungkin seusai memberi
ceramah pembukaan acara Perserikat Bangsa-Bangsa, Raden Mas Agung kelepasan
menyapa anak Perdana Menteri Brunei dengan sebutan akrab ‘cok’, maklum saja
anak itu wajahnya memang seperti Mas-Mas yang suka ngopi di tempat hits Kota
Malang.
Daun pisang mulai basah.
Serangga mulai berkumpul di warung remang yang terletak di Jalan Pemuda. Raden
Mas Agung sibuk dengan urusan yang tak kunjung membaik. Raden Mas Agung
kelelahan dari mansionnya yang bagaikan puncak menara sebuah istana kerajaan
Skandinavia, seluruh kota nampak seperti halaman rumahnya. Balkon ruangnya cenderung
pasif dan merahasiakan kehangatan. Pot bunga kecil yang dia letakkan di sudut
tampak berwarna hitam kelam karena ruangan tersebut diterobos langit malam
gelap. Raden Mas Agung akan menyukai Semarang. Kota itu selalu menyuarakan
ketenangan hati bagi jiwa yang selalu resah. Kota itu sama luwes dan kikuknya
dengan Kyoto. Kalau Raden Mas Agung lama tinggal di Semarang, ia juga akan
sesekali mengembangkan pilu yang mangkus.
Kelak Raden Mas Agung akan
menjadi Duta Indonesia untuk suatu kota di Jawa Tengah. Sebelum itu terlaksana,
Raden Mas Agung harus belajar pandai dalam berlayar menceritakan kesyahduan
masa lalu. Karena rakyat Jawa Tengah suka romantisme yang telah berlalu, seolah
menahan sekat untuk datangnya masa depan yang menggilas dengan cepat. Biarkan
pola itu terjaga dan lestari dari sejak Prabu Jayabaya.
Jika sampai waktunya, semoga
Raden Mas Agung paham betul bahwa pada rakyat Indonesia ini karakteristiknya
dua, suka keributan dan mudah lupa. Kami hanya akan bertahan satu dua hari
untuk saling menyanjung, selebihnya kami mulai mencari apa yang menarik untuk
dibahas. Tentu saja kejelekan dan kebusukan yang paling disembunyikan. Jika itu
terjadi, minta maaflah dan berusahalah untuk tidak mengingatnya, karena sungguh
kami pun akan lupa dalam tiga hari.
Iya, ini catatan kecilku
untukmu, Raden Mas Agung.
Sukses selalu Raden Mas Agung
yang bernama palsu Choi Siwon!
muka lelah RM Agung (RM bukan
Rumah Makan ya cok) |
Comments
Post a Comment