Takbir
menggema memecah kesunyian jalan. Lagi-lagi kenangan datang lebih cepat.
Atmosfer mudik membuat yang tidak mudik kesulitan membedakan mana harapan yang
akan disesali dan mana kemauan yang harusnya dirawat dalam ingatan.
Takbir
keliling memekak telinga berkelebat di setiap sudut. Memenjarakan kebaikan
orang yang berdiam di rumah saja. Ramadhan sampai pada penghujung garis. Apakah
kita semakin dekat dengan Tuhan, atau terus konsisten kesetanan? Malam ini aku
mengkalkulasi dosa-dosa ku. Dalam beberapa periode, aku pernah sangat biadab.
Nyuekin orang baik, mengaudit sepihak sebuah hubungan, menumpang dalam hati
orang yang peduli. Dalam kasus terburuk, aku pernah berharap seseorang pilek
karena kehujanan.
Takbir
menandai silaturahmi terlarang akan segera ada dan tiada. Aku mau open house.
Tapi katanya open house is so last year, sekarang open heart aja. UDAH OPEN
DARI SD, tapi belum ada yang terperangkap di dalamnya WOYY LAH! Hati ini
seringnya hanya menjadi hotel untuk sebagian orang, singgah tapi tak pernah
menetap. Mau berterima kasih sama Allah SWT, kalau ada yang menetap tentu aku
mungkin sedang sibuk mengemban peranku, bukan malah ngetik ini sebagai sosok
yang free spirit.
Takbir
menawarkan secawan kerinduan yang centil dan mempertontonkan perkara uang untuk
membeli baju baru. Tidak ada ibadah berlebih mulai besok. Panenan dosa akan
kembali dilancarkan. Kedamaian akan kembali hilang karena jendela maksiat
kembali dilebarkan. Aku menggumam dalam hati, kenapa kalau abis lebaran, ga
bisa gitu ya semua orang jadi lebih solehah beneran. Ada yang salah dari cara
melalui setiap Ramadhan. Mungkin ibadah ini kurang berkualitas. Ya Allah, aku
mohon.. pertemukan kami dengan Ramadhan berikutnya. Izinkan kami belajar lagi
dan menempa diri lagi. Kenapa belum pernah menembus yang dikatakan ‘kemenangan’
meski sudah sampai garis finish?
Lagi-lagi
takbir berkumandang dam membuatku mengenang sahabat-sahabatku di waktu lampau.
Yang tanpa siklus, membuat rinduku merimbun. Aku ingin bertemu mereka sesegera
mungkin, agar aku bisa melepas beban merindu ini. Menziarahi linimasa sebelum
tetek bengek pervirusan.
Takbir
ini memperjelas keinginan-keinganku. Aku ingin pergi ke Solo hanya untuk melakukan trip napak tilas lokasi
yang disebutkan di lagu-lagu Pakdhe Didi Kempot. Aku ingin curhat sama Bu Anti
tentang betapa hidup akhir-akhir ini terasa lebih cepat dan berlalu begitu saja
tanpa arti yang berarti. Aku ingin pergi ke kantin sama Nia dan Icha lalu
membicarakan issue hangat yang isinya adalah politik kantor. Aku ingin bekerja
di ruangan yang membosankan itu, aku ingin kerja keras, kerja keras buat siapa?
Ya buat bos lah. Aku ingin berdiam diri dengan Griya dan membicarakan tentang
cara sulit untuk menjadi kaya. Aku ingin bertengkar dengan orang nyebelin
dengan cara elegan, yaitu membuat koloni yang isinya orang yang membenci orang
itu juga. Aku ingin datang ke tempat ngopi sambil merhatiin orang yang lewat
biar aku bisa berpikir bahwa hidup ini baik-baik saja. Aku ingin ngabisin duit
aku yang menggunung segunung Uhud dengan poya-poya di luar negri sama Kak Acha
dan Siro, pokoknya duit ini sebaiknya abis, kalau ga abis nanti alergiku
kambuh. Alergi liat duit nganggur.
Takbir ini terasa getir. Lebih pahit dari kopi yang baru aku
sesap. Ya Allah… biarkan aku bisa akur dan lebih dekat dengan orang yang
membawaku ke arah yang mendewasakan. Biarkan aku mewarisi keuletan yang
membawakan hidangan ke meja makan. Buat aku bercerita mengenai kehebatan kisah
yang ingin didengar dunia. Buat aku membuang waktuku untuk berkontribusi pada
jalan surga. Kalau aku besok memulai perjalanan sebagai orang yang ‘terlahir
kembali’, sandarkan aku pada orang yang memperkuat agamaMu. Aku ingin menangis
mendengar takbir kali ini, mungkin karena tersentuh sesuatu di hatiku. Atau
karena aku memang sedikit cengeng terbawa suasana. Malam ini, aku tidak akan
menangis. Karena sudah pasti, saat sungkem pada kedua orang tuaku besok aku
akan menangis. Biar sekalian besok saja deh. 😎
Selamat malam, terkhusus kamu semua yang sudah disebutkan.
kangen juga kepala ketendang jamaah depan pas lagi sujud |
Comments
Post a Comment