Pertama, kenapa kita harus bekerja? Apakah memang kita dilahirkan untuk memasukkan surat lamaran kerja via email dan kemudian menjadi kaum kerah putih. Aku bukan sedang mengkritik mereka yang bekerja di perusahaan. Aku juga budak kapitalis gaes.
Soalnya aku ingat kata ayahku, ngga ada pekerjaan yang lebih enak selain jadi
pengusaha.
(((IRI HATI INI)))
Bisa milih meliburkan diri kapanpun semaunya, apalagi kalau ada hal
mendesak. Aku jadi ingat ada sebuah adegan di drama jepang (lupa judulnya apa huhu) dimana seorang karyawan harus tetap bekerja bahkan ketika ayahnya meninggal
dunia, hanya untuk satu kata : TANGGUNGJAWAB. Sebagai pengusaha jelas
Ayahku ini memiliki
tanggungjawab, kepada Tuhan, keluarga, rekan kerjanya, pegawainya dan
mungkin kepada aset-aset propertinya.
Ayahku bilang semua orang ngga ada yang terlahir sebagai pegawai. Aku
ngga kepikiran nanya kenapa, karena untuk mencerna kalimatnya saja aku kesulitan.
Pola pikir ayah aku memang
ala budak startup Silicon Valley. Beliau bilang, orang yang
berpikir kalau kerja itu ngga asyik, membosankan dan berat, harus diubah
mindsetnya. Beliau mempertanyakan siapa yang menciptakan model bekerja yang menuntut
orang bekerja dengan melakukan aktivitas yang dia benci dan ditemani orang yang
tidak disukainya dalam sistem 8 jam sehari dengan gaji pas-pasan yang bahkan kadang
tidak cukup untuk kebutuhan hidup dasar.
Pas SD, terinspirasi majalah Bobo, aku pernah
bikin daftar cita-cita. Sampe 100 biji gaes cita-citaku dulu. Di antaranya yang aku ingat adalah petani ganja, peternak tuyul, astronot, presiden, pokoknya semua
kata yang termasuk dalam jenis pekerjaan aku tulis.
Terus kenapa sekarang pilihan-pilihan pekerjaan seolah
terasa sangat terbatas ya. Tau apa Aang SD yang ingusan itu ☹
Iya aku sadar banget semua yang terjadi sekarang
adalah akumulasi dari keputusan-keputusanku yang terdahulu. Ayahku ngga pernah
memaksaku untuk menyerah dalam pekerjaan korporat, pekerjaan akademisi atau
apapun untuk mengejar menjadi entrepreneur. Tanpa disuruh pun sebenarnya sudah
sangat tertarik kesana.
Hanya saja saat ini, semuanya terhalang modal, mitra dan tentu saja tekad bulat untuk resign dan akhirnya merintis bisnis sendiri. Aku paham banget perjalanan menjadi seorang bos itu ga mudah. Lho ya aku melihat sendiri ayahku bekerja 7 hari dalam seminggu dengan waktu kerja yang lebih dari 8 jam sehari. Tapi setidaknya he loves what he does. 😀
Terus kemarin-kemarin kembali bersama salah dua
sobat ambyarku, Kak Acha dan Siro membicarakan masalah ini. Siro sendiri
bilang, dia ingin bekerja di luar negri. Biar duitnya bisa bergudang-gudang,
terus buka kafe. Kak Acha juga ingin ikut. Aku sendiri tanpa ikut sekarang juga
udah mikir kesana. Buka kafe. Akhirnya mikir, kenapa ga bareng aja. YA SUDAH.
Pemikiran kolektif ini menghasilkan satu hal, kita harus berpetualang lebih
jauh. Karena kafe kita akan menyajikan cerita. Iya cerita petualangan kita.
Cerita budak korporat dan budak akademisi yang gantung sepatu. Cerita
tempat-tempat yang pernah kita kunjungi. Cerita perspektif kita tentang
kehidupan dan segala tetek bengek remeh temeh nya. Udah kepikiran menu nya juga
semua menu yang kita sukai selama petualangan itu.
Aku rasa aku sangat beruntung menemukan orang
yang bisa aku percaya di hidup ini. Ya mereka itu. Mereka yang membuatku
semakin percaya kalau memang tidak ada seorangpun yang terlahir sebagai
karyawan.
Lalu aku juga teringat dua kolega kerjaku yang cukup dekat denganku, Icha dan Nia. Icha, Nia dan aku memiliki visi yang sama. Memiliki perusahaan konsultasi~ Kami suka berbagi persoalan pekerjaan kami sehingga kami memecahkan banyak masalah melalui diskusi-diskusi bersama. Tentu saja, aku sangat beruntung memiliki kolega yang seperti sahabat banget gitu. Karena susah sekali guys menemukannya~ Semoga dalam waktu dekat CV bisa nih gaes. Aamiin.
Aku jadi ingat sama salah satu paham, “meritokrasi” yang asal katanya dari Merit yang berarti kelebihan. Artinya sistem memihak siapapun berdasarkan kelebihannya, iya kelebihan di sini artinya berdasarkan kemampuan dan prestasi. Dan tentu saja hal ini menjadi kabar gembira. Soalnya secara ga langsung meritokrasi ini memberi kesempatan kepada siapapun yang berusaha keras. Yok bisa yok!!
Ingat apa kata Om Pablo gaess |
Katanya impian yang dimimpikan bersama bukanlah sebuah mimpi belaka. Itulah alasan kenapa aku bagikan impianku ini kepadamu. Mungkin kelak kamu akan mampir ke kafe yang isinya cerita itu. Aku harap, kamu akan senang dan kembali lagi. Atau mungkin kelak kita akan menjadi kolega dan berbincang mengenai kemana kita akan berlibur menghabiskan semua profit ini.
Sekian untuk overthinking-nya. Semoga besok atau kelak, kamu
menjadi bagian dari mimpi itu! AAMIIN~
Salam terdabes,
Your beloved girl Aang
Comments
Post a Comment