Dua hari lalu salah seorang
teman saya repost postingan salah satu selebgram. Postingan tersebut sangat
menarik. Isinya mengenai opini selebgram terhadap hate comment yang
ditujukan padanya. Menurut selebgram tersebut, fitur block dan mute
diciptakan developer untuk mengontrol “how we handle negative
occurrence/experiences.” Si selebgram juga berujar bahwa setiap orang
mempunyai batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilintasi. Baginya,
batasan yang tidak boleh dilintasi itu menyangkut self-love, dia tidak
ingin memberi kesempatan orang lain membuatnya kehilangan self-love-nya. Dia
juga mengajarkan untuk menormalisasi menghargai batasan individu yang semakin
terkikis karena personal values terasa pudar di dunia maya.
Postingan tersebut saya
setuju. Meski bukan fans dari selebgram tersebut, tapi menurut saya sangat baik
untuk bisa mendidik followers bahwa hate comment bukanlah tindakan yang
bisa diterima semua orang. Ngga semua orang kuat untuk baik-baik saja diperlakukan
kasar dan tidak menyenangkan seperti itu. Aku sendiri termasuk pasifis alias
pencinta damai, makanya kalau ada konflik memang cenderung menghindari. Jadi
kalau ada yang kaya gitu tidak suka bangetsss…
Pernah lho kejadian ada sahabat
cowoku yang kasar secara verbal, reaksiku awalnya ya aku cuekin ajaa.. Memang
sangat mudah untuk nyuekin kalau via chat. Dan kemudian dia chat lagi, masih
kasar lagi, baru aku wanti-wanti dengan tegas aku balas, “kamu kalau chat kaya gitu,
aku ga suka. Aku blok kamu aja ya?” Mungkin kesannya aku galak, judes atau
sombong sama sahabat sendiri, tapi itu karena aku ngga mau ngasih toleransi
sedikit pun sama orang yang seperti ini.
Aku pernah denger konsep audit
relationship, artinya kita menilai apakah relationship yang kita miliki
dengan seseorang membawa kita ke arah yang lebih baik atau tidak.. Atau dalam bahasa
yang lebih keren adalah apakah relationship yang kita miliki itu berkontribusi
pada value added nya untuk kedua belah pihak.. Caranya? Bisa meniru yang disarankan
oleh Stafsus Millennials, langkah awalnya kamu buat daftar 10-20
orang yang terdekat sama kamu, yang kamu sering berinteraksi atau setiap hari
ketemu. Kemudian kamu lihat apakah dia menguatkan atau melemahkan kamu.
Banyak banget setelah aku
evaluasi, relationship itu lebih banyak mudharat-nya alias membawa ke
arah yang lebih buruk. Makanya aku sering putus sama beberapa orang karena aku
mulai kehilangan esensi tujuan hubungan kita. Keluargaku pun termasuk spesies
yang sama denganku, bahkan di keluarga besarku kalau ada yang valuenya menyimpang
dan tidak bisa added biasanya sanksi sosialnya itu dibiarkan dalam kemeranaan
sampai dia mungkin jadi takut dan jera sendiri. Sumpah orang Jawa itu Jerman
sekali gaes, kill with its silent. Di satu sisi, ini menjadikan kita
bergerak lebih cepat dan membangun ketahanan mental kita lebih sehat dan terjaga.
Ben waras dan tentram damai sejahtera!! Tentu aku dan keluarga ngga
senggol bacok, kami menelaah terlebih dahulu jika ada alasan yang mampu
menjelaskan ketika seseorang bersikap tidak menyenangkan. Kalau gegabah langsung
diproses, niscaya kami hanya akan hidup sendirian.
Ayah, ibu, adik-adikku pun,
sebagai lingkaran keluarga inti, kalau di rumah kadang-kadang nyebelin atau
ngomong kasar. Yang menjadikannya layak untuk ditolerir adalah, kami memahami
bahwa kami tidak secara sengaja melakukan hal tersebut untuk menyakiti satu
sama lain. Pun kami terbuka mengatakan kalau misalnya kami tidak suka
diperlakukan seperti ini atau seperti itu. Mengkritik secara terbuka itu sudah
menjadi skill dan kadang bisa sangat risky karena harus menimbang apakah worth
the effort untuk menggugat.
Berbeda sifatnya dengan dunia
maya, yang niatnya dan tujuannya serba blur dan nirmakna. Apalagi kan kadang
yang ngasih hate comment ya biasanya orangnya ngga deket banget. Dan seringnya ketika
hubungan itu ngga berdampak positif, memang sudah saatnya hubungan tersebut
berakhir.
Jadi saya sih, tidak
muluk-muluk ingin punya banyak relationship, karena memang seketat itu bar nya
diset untuk bisa jadi orang terdekat. Misalnya sudah jadi orang terdekat pun,
saya mudah mengeluarkannya.
Cuman sekarang saya juga
dalam tahapan mendidik ‘orang yang tidak menyenangkan ini’ terlebih dahulu.
Pasti awalnya akan ngasih pemberitahuan kalau tindakan mereka itu melanggar
kenyamanan saya atau tidak sesuai dengan nilai yang saya anut. Kalau kiranya
saya bisa handle, saya mungkin hanya mengingatkan biasa. Tapi kalau misalnya sudah
terlalu dan bisa masif efeknya, saya jelas langsung warning, lu mending gawsa anggap
kita pernah ada apa-apa ya. REMOVED. Hish ribet emang punya temen brengsek itu bikin
cape mikir karena harus punya kemampuan damage assessment. Makanya untuk masuk
lingkar temen tuh harus dilakukan fit and proper test gaes.
Taapi... Ngaku deh pasti banyak yang sama kaya aku? Ngga pernah milih temen. Menjaring teman ngga ada dalam kamus kita kan? Cukup dengan kenal secara langsung, dianggap teman. Kalau belum kenal langsung, cukup dengan certified orang baik by the society, dianggap teman. Apakah kita terlalu baik ya? Hahah. Tapi kalian bisa menerapkan audit relationship tadi untuk kemudian menentukan apakah seseorang itu enaknya di-keep atau dilepas. Semangats yaaa!! Makasih udah mau berteman sama aku, semoga pertemanan ini membawa kita menjadi pribadi yang lebih baik yaaa... 😊 🤗 ðŸ¤
You are the best, and deserve the best love! |
Comments
Post a Comment