Skip to main content

Tomorrow Mourning

Ramadhan kali ini terasa berbeda. Semua kegiatan ibadah komunal tidak dilaksanakan. Tarawih, buka puasa bersama, I’tikaf, sholat idul fitri, bersilaturahmi ke rumah orangtua, ziarah makam. Sebetulnya kalau dipikirkan secara matang, anjuran social distancing sendiri adalah bentuk puasa, karena di dalamnya terdapat pelatihan menahan diri untuk kebaikan bersama yang lebih besar. Puasa yang menanamkan bagaimana menahan diri dari godaan nongkrong. Puasa yang melatih kesabaran untuk tetap produktif bekerja sekalipun kondisinya kurang kondusif. Puasa yang mengajarkan kebiasaan baru untuk semakin menjaga kebersihan. Untungnya… kita sudah terlebih dahulu diberi waktu satu bulan trial, setidaknya adaptasi tak begitu memakan waktu.

 

Saya sudah lama sekali tidak pernah menghabiskan satu ramadan full di rumah. Dua tahun sebelum ini, saya menghabiskan Ramadhan di Jepang karena bersekolah. Sementara tahun lalu, saya menghabiskan Ramadhan di Bandung karena bekerja. Tahun 2020 menjadi tahun pertama saya Ramadhan sekeluarga lengkap untuk satu bulan penuh setelah 10 purnama terlalui. Ada haru yang berbeda dari Ramadhan sebelumnya. Mungkin karena masa ini terasa sulit, ah, saya belum terbiasa menggunakan kaca mata pandemi ini.  Masih samar untuk menerka apa yang hati ini rasakan. Mungkin haru. Mungkin gejolak rindu. Mungkin syahdu. Mungkin pilu.

 

Hai kamu, semoga kamu positif sehat lahir batin!

Sebelum besok, hari ini, aku minta maaf atas semua kesalahanku. Ketahuilah, aku tidak pernah secara sengaja melakukannya.

 

Besok jika kamu membaca ini, aku tahu kamu tidak perlu memaafkanmu. Tapi aku harap kamu bisa berdamai dengan hatimu dan melangkah lebih ringan.

Sambil menulis ini, aku ingin sekali kamu melihat langit di luar. Ingatlah, Allah mampu mengangkat langit dan ditinggikan tanpa tiang pancang, tentu saja Allah mampu untuk sekedar mengangkat kesedihan dan keluh kesahmu..

Besok jika kamu membaca ini, cukup ucapkan “Ya Allah…”

 Do’akan aku ya, semoga Ramadhan kali ini puasanya lancar dan bisa jadi pemenang yang sesungguhnya dalam perang melawan hawa nafsu!

Tenang, aku juga mendo’akan kamu, beb, semoga puasanya lancar, semoga selalu semangat ibadahnya dan bisa jadi pemenang! Biar kita ketemu di garis finish yaaa šŸ˜Š #tumbenwaras



With Love,
Aang

 

Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga

Kentut

Saya pernah nonton variety show-nya Negri Gingseng, Hello Counselor . Acaranya membahas problematika, kesulitan, dan penderitaan seseorang. Kind of curhat, but the problem usually soooo silly and weird, you can’t even imagine. Disitu ada host sama penonton. Host berfungsi juga sebagai panelis tanya jawab tentang permasalahan tersebut. Tanya jawabnya dua arah, dari sisi yang punya masalah dan yang jadi biang masalah. Hingga pada satu titik mereka coba memberi solusi. Terus penonton ngejudge itu masalah bukan untuk kemudian voting. Nah yang paling banyak dapet vote , nanti dapet hadiah. Ada satu episode yang menarik yang melibatkan hal paling manusiawi : kentut.

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar

Rethinking about Value

Setelah baca bukunya Matt Haig, aku baru ngeh.. beliau itu pemikirannya sedikit banyak mengurai apa yang muslim harus tahu. Salah satunya adalah tentang VALUE. Selama ini, kupikir value itu konsep yang diciptakan dan dikembangkan manusia untuk menjadi manusia yang diterima secara sosial, atau paling nggak menjadi manusia yang bisa membanggakan seseorang yang dicintainya. Misalnya aja, seseorang dianggap memiliki value ketika ia bertanggung jawab, punya integritas, punya kepribadian yang unik, punya passion yang diperjuangkan, punya ketangguhan dalam menghadapi gempuran masalah, dll dll. Semua itu.... dilakukan demi ayang. HEH bukan. Yaaaa maksudnya semua itu dilakukan demi menjadi manusia yang 'desirable' atau paling nggak 'acceptable' lah yaa.. Makanya orang tuh harus terus berusaha untuk mengenali dirinya, supaya tahu value apa lagi nih yang harusnya ada di dirinya, yaa biar bagusan dikit jadi manusia. Atau value apa yang harus di-achieve biar bisa so emejing like yo