Hari ini Sahabat Pena yang selalu mengetik dengan keras dan bernafas dengan ribut datang lagi, bersama itu pula tersemat kerinduan seorang Sahabat yang Selalu Merindu kepada Sahabat Pena.
Sayangnya, hari ini Sahabat yang Selalu Merindu tidak bisa melunasi rindunya, karena kehidupan ini begitu kejam dan memaksa kita untuk memendam rindu. Sahabat yang Selalu Merindu biasanya selalu menanyakan kemana si Sahabat Pena jika melihat kursi tempatnya duduk kosong. Tapi kemudian ketika Sahabat Pena ini muncul, Sahabat yang Selalu Merindu hanya diam menahan segala emosinya.
Hari ini kami semua tahu bahwa Sahabat Pena akan selalu menjadi pembicaraan karena kami semua diam-diam tidak menyukainya. Gelagatnya tidak seperti kami... Seorang Sahabat yang Tinggal di Ruang Admin mengaku pernah menangkap basah kebohongannya. Kami percaya bahwa satu kebohongan sudah cukup untuk membuat kami waspada. Selain itu, semua hal tentang Sahabat Pena memang mencurigakan bagi Manusia Normal.
Hari ini Sahabat Pena duduk di tempat yang sama, di depan Sahabat yang Menulis di Blog Ini. Sahabat Pena bersenandung, hal ini memicu rasa sebal kami. Seorang Sahabat yang Diam-diam Ngefans merasa bahwa seharusnya ada yang melempar mic ke depannya, agar ia sadar bahwa suaranya merdu dan dunia ini patut berduka karena tidak semua orang bisa hidup dan diberi kesempatan untuk mendengar suara merdunya.
Hari ini Sahabat Pena berkata lagi pada dirinya sendiri. Seperti biasanya, prilakunya ini sudah terpantau selama dua bulan kami tinggal di Ruang Belajar. Ia mengucapkan dengan nyaring dan terbata kalimat balasan kepada layar depan wajahnya.
Seorang Sahabat Sejati yang duduk di meja terpisah melempar senyum penuh arti entah kepada siapa. Pada detik yang sama, Sahabat yang Menulis di Blog Ini merasa ada aura negatif mengintai, ternyata itu adalah energi senyuman Sahabat Sejati. Sahabat yang Menulis di Blog Ini tahu arti senyum itu adalah senyum ujaran untuk memperhatikan Sahabat Pena.
Hari ini, kami mengingat lagi momen dimana Sahabat yang Diam-diam Ngefans pernah merasa menyesal memberikan nama sebuah akun sosial media, kemudian Sahabat Sejati ternyata iri karena ingin juga berteman di sosial medianya. Ku rasa Sahabat Sejati ingin terus memata-matainya. Kegiatannya ini memang sudah mendarah daging. Suatu sore, kami semua sudah berencana pulang, tapi hari itu Sahabat Sejati sedang kumat ingin kepo dan memburu rahasia Sahabat Pena. Alhasil, Sahabat Sejati mengacak-ngacak isi riwayat penjelajahan maya Sahabat Pena dan mengirimkan isinya ke surel kami. Kami berdiskusi panjang dan seru. Isi diskusi kami sama tidak pentingnya dengan kehidupan kami. Kami membahas kenapa ini begini dan itu begitu. Intinya kami menemukan banyak hal menyebalkan dari Sahabat Pena.
Hari ini Sahabat Pena sudah membuat Sahabat yang Menulis di Blog Ini menulis lagi. Sahabat Sejati kemudian bertanya apa Sahabat Pena sepenting itu hingga perlu dituliskan, Sahabat yang Menulis di Blog Ini akhirnya bertanya mengapa Sahabat Pena selalu terselip dalam pembicaraan kami? Bukankah itu artinya kita harus bertanya kepada diri sendiri, mengapa kami seperti apa yang kami telah lakukan?
Hari ini Sahabat yang Menulis di Blog Ini mengambil kesimpulan murahan bahwa hanya ada dua kemungkinan mengapa kita membicarakannya. Pertama, kita tidak menyukai Sahabat Pena, dan rasa tidak suka ini menjadi lem penguat pada persahabatan kita. Ada hal dan perasaan serupa yang kita kembangkan kepada orang yang sama, meskipun seharusnya kita tidak melakukannya. Hal ini juga berarti kita semua hanyalah pecundang yang tidak bisa benar-benar don't give a f*ck. Katanya kami merasa biasa saja, tapi kami benar-benar seperti seseorang yang tidak biasa-biasa saja. Menstalking sosial medianya, mencari tahu kebenaran tentang usianya, mengendus gosip terbaru di teman-temannya, bahkan saling melirik apabila ada sesuatu terjadi padanya.
Hari ini Sahabat Pena menyadarkan kita semua, bahwa semuanya selalu ada manfaatnya. Contohnya Sahabat Pena, mungkin kegunaan Sahabat Pena adalah agar para pecundang seperti kami tidak pernah bosan dan merasa lebih baik dengan kehidupan kami.
Kepada Sahabat Pena, tolong jangan rusak papan ketik milik Ruang Belajar dan bersenandunglah dalam hati.
Seorang Sahabat Sejati yang duduk di meja terpisah melempar senyum penuh arti entah kepada siapa. Pada detik yang sama, Sahabat yang Menulis di Blog Ini merasa ada aura negatif mengintai, ternyata itu adalah energi senyuman Sahabat Sejati. Sahabat yang Menulis di Blog Ini tahu arti senyum itu adalah senyum ujaran untuk memperhatikan Sahabat Pena.
Hari ini, kami mengingat lagi momen dimana Sahabat yang Diam-diam Ngefans pernah merasa menyesal memberikan nama sebuah akun sosial media, kemudian Sahabat Sejati ternyata iri karena ingin juga berteman di sosial medianya. Ku rasa Sahabat Sejati ingin terus memata-matainya. Kegiatannya ini memang sudah mendarah daging. Suatu sore, kami semua sudah berencana pulang, tapi hari itu Sahabat Sejati sedang kumat ingin kepo dan memburu rahasia Sahabat Pena. Alhasil, Sahabat Sejati mengacak-ngacak isi riwayat penjelajahan maya Sahabat Pena dan mengirimkan isinya ke surel kami. Kami berdiskusi panjang dan seru. Isi diskusi kami sama tidak pentingnya dengan kehidupan kami. Kami membahas kenapa ini begini dan itu begitu. Intinya kami menemukan banyak hal menyebalkan dari Sahabat Pena.
Hari ini Sahabat Pena sudah membuat Sahabat yang Menulis di Blog Ini menulis lagi. Sahabat Sejati kemudian bertanya apa Sahabat Pena sepenting itu hingga perlu dituliskan, Sahabat yang Menulis di Blog Ini akhirnya bertanya mengapa Sahabat Pena selalu terselip dalam pembicaraan kami? Bukankah itu artinya kita harus bertanya kepada diri sendiri, mengapa kami seperti apa yang kami telah lakukan?
Hari ini Sahabat yang Menulis di Blog Ini mengambil kesimpulan murahan bahwa hanya ada dua kemungkinan mengapa kita membicarakannya. Pertama, kita tidak menyukai Sahabat Pena, dan rasa tidak suka ini menjadi lem penguat pada persahabatan kita. Ada hal dan perasaan serupa yang kita kembangkan kepada orang yang sama, meskipun seharusnya kita tidak melakukannya. Hal ini juga berarti kita semua hanyalah pecundang yang tidak bisa benar-benar don't give a f*ck. Katanya kami merasa biasa saja, tapi kami benar-benar seperti seseorang yang tidak biasa-biasa saja. Menstalking sosial medianya, mencari tahu kebenaran tentang usianya, mengendus gosip terbaru di teman-temannya, bahkan saling melirik apabila ada sesuatu terjadi padanya.
Hari ini Sahabat Pena menyadarkan kita semua, bahwa semuanya selalu ada manfaatnya. Contohnya Sahabat Pena, mungkin kegunaan Sahabat Pena adalah agar para pecundang seperti kami tidak pernah bosan dan merasa lebih baik dengan kehidupan kami.
Kepada Sahabat Pena, tolong jangan rusak papan ketik milik Ruang Belajar dan bersenandunglah dalam hati.
Cast by Appearance:
Sahabat Pena: ehem ehem
Sahabat yang Selalu Merindu: Raf
Sahabat yang Tinggal di Ruang Admin: Cha
Sahabat yang Menulis di Blog: Ang
Sahabat Sejati: Ronceu
Sahabat yang Diam-diam Ngefans: Ni
Comments
Post a Comment