Postingan kali ini temanya “write your five blessings”. Awalnya
aku menerjemahkan blessing sebagai berkah, namun kemudian aku merasa definisi
tersebut rancu. Blessing atau berkah pada kalimat tersebut bisa dimaknakan
semacam hal-hal yang patut disyukuri ya?
Tapi kalau dirunut lagi, kita pasti pernah mendengar ujaran
kawan seperti:
Semoga berkah ya
ilmunya..
Semoga berkah ya
umurnya..
Barakallah..
Saat menulis ini, sungguh aku tak pernah mencari di kamus
apa itu berkah, pahamku, mungkin berkah punya arti semacam “faedah atau
bermanfaat”.
Ternyata bukan. Berkah itu artinya menambah kebaikan. Kali
ini aku dibuat kagum oleh konsep agama sendiri. Terkenang olehku, setiap kali
muslim mengucap salam, tersampaikan do’a mengenai berkah. Pun dalam selebrasi
kehidupan, kita saling berharap berkah ada di setiap hal.
Setelah aku berselancar di internet, aku juga menemukan
bahwa menurut Imam Nawawi berkah itu punya arti “kebaikan yang banyak dan abadi”.
Bayangkan! Katanya didunia ini tidak ada yang abadi, tapi
ternyata ada guys. Yaitu berkah. Tidak heran kalau semua orang berlomba-lomba
mendapatkan dan mengejarnya, bak bola ajaib dragon
ball ya.
Oh iya, jangan juga tertukar dengan kata ‘berkat’ ya! Karena
pengertiannya beda jauh, kalau berkat artinya ‘karena’ atau ‘akibat dari’.
Balik lagi ke blessings,
terus kenapa padanan google translate itu berkah ya? Jadi “write your five
blessings” itu ‘tuliskan lima hal yang menambah kebaikan(?)’
Rasanya ngga pas ya. Hmmm, jadi apa yang sebaiknya aku
tuliskan mengenai blessings ini?
Bagaimana kalau aku bercerita mengenai apa yang terjadi
padaku tahun ini?
(iya gimana kamu aja ang)
Tahun ini aku habiskan 10 bulan pertama di Jepang.
Kata blessing bagiku terdengar lindap dan samar. Aku rasa, kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang aku rasakan adalah asing. Hidup jauh dari orang-orang yang kukenal, yang aku cintai, yang budayanya aku pahami, dan yang keadaannya serba taktis dinamis. Berganti menjadi kehidupan yang penuh dengan pengetahuan-pengetahuan baru tentang sebuah peradaban maju. Sesekali aku bisa merasakan apa yang dirasakan Bob Harris di Lost in Translation.
Kata blessing bagiku terdengar lindap dan samar. Aku rasa, kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang aku rasakan adalah asing. Hidup jauh dari orang-orang yang kukenal, yang aku cintai, yang budayanya aku pahami, dan yang keadaannya serba taktis dinamis. Berganti menjadi kehidupan yang penuh dengan pengetahuan-pengetahuan baru tentang sebuah peradaban maju. Sesekali aku bisa merasakan apa yang dirasakan Bob Harris di Lost in Translation.
Meski begitu, pengalaman
hidup di negeri orang adalah berkah. Bisa menambah kebaikan pada ku, dan
pada orang di sekitarku (mungkin).
Lalu ketika aku kembali ke Indonesia, aku mendapatkan kembali apa yang aku
rasa telah hilang.
Rasa “pulang”, kalau kamu tidak tahu rasanya seperti apa,
cobalah untuk pergi jauh dalam jangka waktu yang panjang, kemudian kamu merasa
ada rongga yang menganga seperti tangannya Miroku dalam serial anime Inuyasha.
Lantas ketika bisa merasakan rindu itu, belilah tiket pulang
sambil mendengarkan lagu ini: Abdul – Coming Home. Niscaya, kamu bisa merasakan
seperti apa rasa “pulang”
Lagu ini mengemban rasa yang membuncah tentang kerinduan. Bisa kembali bercengkerama dengan sanak famili
juga merupakan suatu berkah. Mungkin kata yang mewakili adalah ‘katarsis’,
karena perjalanan yang membawa berkah ini bagiku membuatku makin mengenal jiwa yang
berada di bawah kulitku ini.
Selain itu, bentuk berkah
juga bisa berupa keluarga baru. Bertemu dengan Takashima-Sensei,
Ito-Sensei, Arai-Sensei, anggota lab: Kazuya, Takahiro, Ryo, Souta, Kazuto, Tomoki, Shohei, dan yang
lainnya. Berbagi garis kehidupan dan saling bercerita mengenai penggalan takdir.
Oiya hari ini, Arai-Sensei (visiting professor) yang mengajar di ITB menyelesaikan masa tugasnya, dan ternyata Arai-Sensei traveling ke Jogja dan Solo bersama istrinya. Aku bahagia mengetahui mereka menikmati kehidupan di Indonesia dengan segala kebodorannya! Wait for my visit!
Oiya hari ini, Arai-Sensei (visiting professor) yang mengajar di ITB menyelesaikan masa tugasnya, dan ternyata Arai-Sensei traveling ke Jogja dan Solo bersama istrinya. Aku bahagia mengetahui mereka menikmati kehidupan di Indonesia dengan segala kebodorannya! Wait for my visit!
Arai-Sensei kagum dan heran akan banyak hal, mungkin karena
cara berpikir dan norma yang dipegangnya berbeda, beliau jadi membukakan mataku
akan banyak hal. Akan bagaimana di Jepang tidak ada angkutan lagi untuk menuju
pesawat. Tentang bagaimana Kereta Uap Jaladara membuatnya takjub. Juga air muka
yang dia pasang ketika mengetahui sejarah kelam antar bangsa Indonesia dan
Jepang.
Aku rasa, kemampuan
untuk memahami orang lain pun adalah sebuah berkah. Pada awalnya, aku
tidak suka terlibat dengan banyak manusia yang aku anggap tidak cocok denganku,
misalnya saja ibu-ibu yang kenal selewat di angkot. Dulu aku cenderung
diem-diem bae kalau mereka mengumpan pembicaraan. Setelah aku S1, aku jadi
lebih merespon dan berusaha menyimak apa yang mereka ingin sampaikan. Orang
asing sekalipun kadang butuh dipahami. Dan mungkin, di dalam keberkahan bagiku
juga ada keberkahan bagi orang lain. Mungkin benar memang pendidikan bisa
membuatmu berubah.
Berbicara tentang perubahan, perubahan adalah sebuah
paradoks. Apakah sebuah perubahan bisa dikatakan adalah berkah? Semua itu
tergantung dari bagaimana cara manusia memandang permasalahan. Perubahan yang baik, tentu adalah berkah.
Lalu perubahan ke arah yang negatif mungkin bisa jadi adalah blessing in
disguise, yang ini tidak bisa diterjemahkan langsung berkah dalam penyamaran
ya, hehe.
Baik, mari kita sudahi pembicaraan tentang berkah ini.
Karena sesuatu yang berkesudahan adalah berkah. #halah
Mari kita sudahi dengan
Mari kita sudahi dengan
Comments
Post a Comment