Ketika gw datang ke jepang, gw tahu gw akan menilai jepang
dengan nilai-nilai keluarga dan bermasyarakat yang gw miliki di Indonesia. Gw sadar
bahwa semua manusia di dunia ini terikat dengan budaya dimana dia dibesarkan. Fenomena
ini kemudian disebut dengan etnosentris, dimana seseorang mengukur segala
sesuatu dengan budayanya seolah semuanya berpusat dan berstandar pada budaya yang
dibawanya.
Awalnya gw berpendapat bahwa etnosentris adalah hal yang
mutlak sifatnya. Tapi kemudian gw sadar satu hal…bahwa gw sendiri adalah orang
interdisipliner, gw memegang pakem ilmu yang seharusnya bisa melihat dari
berbagai perspektif dan bermacam keilmuan. Contohnya aja untuk memahami mengapa
beberapa waktu lalu batu akik di Indonesia sangat booming, bukan hanya ilmu kebudayaan
masyarakat yang dibutuhkan, tapi juga ilmu ekonomi yang akan menaksir bagaimana perputaran uang, persepsi value dan benefit terjadi dalam bisnis batu akik ini.
Gw inget salah satu pengertian dari Mbah Selo Soemardjan yang
bilang kalau budaya adalah segala produk pikiran, rasa dan tingkah laku. Tapi gw
seringkali bingung bagaimana budaya awalnya tercipta. Dan karena pikiran gw
selama di Jepang bergaul dengan anak teknik, gw juga mempertanyakan apakah ada
metode agar budaya terbentuk dengan efektif? (hampir semua pertanyaan temen
sekelas gw kalau presentasi pasti ada aja yang menyinggung ‘efektifitas’)
Awalnya gw menduga bahwa kebudayaan bersifat statis. Seperti
kita tahu, budaya dimana seseorang dibesarkan sangat erat kaitannya dengan
bagaimana personaliti orang tersebut. Misalnya orang sunda yang terkenal pemalas
dan hobi hura-hura, atau orang padang yang terkenal pelit tapi nasinya enak, dan
orang jawa yang terkenal dingin dan berjarak padahal hangat dan penuh kepedulian.
Dalam hal ini budaya menyaru ke dalam bentuk nilai-nilai yang tertanam dan sifatnya
bukan situasional, tapi memang sudah watak. Jadi awalnya gw pikir, kalau
misalkan orang padang hidup di bulan, dia tetap akan pelit dan nasinya enak. Hahaha
apa sih gw. Intinya awalnya gw mikir bahwa budaya ga bisa berubah gitu aja.
Pada suatu titik, gw akhirnya berpikir bahwa kebudayaan itu memang
tertanam kaya ingatan tentang mantan 🙈 tapi dia bersifat dinamis, bisa
berubah seiring kita berkomunikasi, kita menambah pengetahuan, dan kita
beradaptasi pada suatu perilaku. Konstruksi kebudayaan pada akhirnya bisa mengalami
kebaruan jika ada suatu kekuasaan atau kepentingan yang memaksanya untuk
demikian. Gw akhirnya sadar bahwa kebudayaan bukan suatu gen, artinya tidak
serta-merta diturunkan pada generasi selanjutnya atau merupakan bawaan lahir.
Kemarin gw membaca buku Molding Japanese Minds karya Sheldon
Garron yang menyatakan bahwa orang Jepang bisa tepat waktu adalah hasil dari
kampanye pemerintah setelah mereka kalah perang dunia II untuk membantu memperbaiki
perekonomian dengan menggalakkan hidup yang efektif dan efisien. Jadi, lahir sebagai orang
jepang tidak membuatmu menjadi seseorang yang tepat waktu. Kebudayaan tepat
waktu ini ada karena sebuah kekuasaan yang merubah dan menggerakkannya. Hal itu
tentu saja hanya sebagian kecil contoh. Dan yap gw rasa, kekuasaan dan kepentingan merupakan jawaban atas pertanyaan gw tentang bagaimana budaya tercipta dan bisa berubah.
Tapi patut dicatat bahwa kebudayaan harus diteropong dengan
lensa interdisipliner. Ia sangatlah luas maknanya dan kedinamisannya akan
sangat sulit diukur. Ada hal menarik ketika Noam Chomsky bilang kalau mau hidup nyaman, hidup aja dalam ilusi.
Doi selama ini konteksnya selalu menyangkut negara, jadi dalam hal ini, gw pikir Chomsky sedang bilang bahwa kenyamanan yang selama ini kita rasakan mungkin karena
adanya kebenaran yang tertutupi. Seperti adanya budaya yang sebetulnya dibentuk
oleh kekuasaan atau kepentingan.
Lantas, apakah kamu yakin selama ini kamu hidup dalam suatu perubahan budaya tertentu atau sebenarnya kamu hanya tidak tahu kebenaran apa yang tidak disajikan di depan matamu? 💬💬💬
Thank you for reading, hope you have a good day tomorrow 😎
Lantas, apakah kamu yakin selama ini kamu hidup dalam suatu perubahan budaya tertentu atau sebenarnya kamu hanya tidak tahu kebenaran apa yang tidak disajikan di depan matamu? 💬💬💬
Thank you for reading, hope you have a good day tomorrow 😎
Comments
Post a Comment