Akhir-akhir sering banget denger kata yang satu ini : relevan. Sampai pada suatu sore sepulang dari perpustakaan gue bertanya pada diri sendiri, “apakah gue dalam konteks kehidupan ini sudah relevan?” Hmm pernah ngga sih merasa seolah kehidupan berjalan terlalu cepat. Sampai pada titik dimana lo mulai melupakan diri lo sendiri. Lo mulai jarang liat jendela kalau hujan turun. Entah lo lagi ngapain tapi apapun tak lagi menarik perhatian lo. Orang-orang di sekitar lo berpendapat terlalu banyak dan selalu ingin didengar. Entah tujuannya apa tapi semuanya perlahan berubah dari konservatif jadi ekstrimis. Harus banget A atau harus banget B, kalau ga terima A atau B, lo salah dan lo ga diterima.
Manusia berlomba-lomba meneriakkan opini soal segalanya. Banyak manusia juga menggadai kebebasan dan kesadaran hingga akhirnya terkontaminasi politisi dan akademisi. Pengen sih egois, hanya baca yang pengen gue baca, hanya denger apa yang gue ingin percayai, hanya melihat apa yang ingin gue yakini, dan hanya berharap pada apa yang gue rencanakan........tapi.........tar disangka living in a bubble.
Terus lo mulai mempertanyakan apakah keberadaan lo dengan segala yang lo tidak sukai di sekitar lo ini menandakan bahwa lo mulai jadi irelevan. Lo ga mau berpartisipasi di masyarakat dimana lo berdiri. Lo bahkan ga ngerti gimana menciptakan argumen politik, agama dan tetek bengek yang konon berguna untuk keberlangsungan hajat hidup masyarakat. Apa lo masih relevan, ketika lo merasa bahkan keberadaan lo mulai irelevan?
Kok bisa sih ang lo membahas kerelevanan seseorang? Asal muasal nya sih gue terngiang kata relevan ini karena dosen gue berturut-turut bilang, “..........yang penting itu bukan bener atau salah, bukan tepat atau tidak, tapi relevan atau tidaknya.....” Gue jujur aja lupa dia ngomongin apa, tapi kata relevan terus nyempil di sela otak dan bikin gue KZL.
Whoa! Nyante, ang. Yakali elo mau ikut ngomong agama dan politik segala? Hm tenang......lo juga punya kapasitas masing-masing untuk hidup. Semua orang ga harus melakukan hal yang sama. Cara bicara dan berekspresi juga ga harus seragam. Sampe gaya makan dan tipe kerjaan juga kan bedaaa.. kalau semuanya sama, robot dong. Aku ga mau hidup di dunia dimana aku jadi robot.
Tapi kamu sadar kan ang kalau kita mulai shifting towards that possibility? Hmm, mungkin ada baiknya kesadaran dini ini kita manfaatkan, kita harus avoid the possibility.
Simply by keep on living as you are.
Keep reading books. If you like to dance, keep on dancing. Keep listening to good music. Keep writing. Keep watching good films. Keep appreciating arts and photography. Make an appreciative write up every time you encounter these. Nobody has the right to tell you how to live your life. Nobody.
Ih ternyata jago bets sepik-sepik pake bahasa Inggris, cari jodoh bule ah abis ini. Stop ngomongin jodoh, tar urusan ga kelar-kelar.
Tapi bener kan apa yang gue bilang?
Even though that idea sounds really utopian. Like it was a dreamy faraway land.
Nah, makanya itu tugas kita supaya gak bikin hal-hal itu utopis.
Jadiin kebiasaan.
You keep doing what you do. You keep sharing what you’ve shared. You keep performing good deeds until it becomes a good habit.
It’s hard, but do not let the anger in anyone or anything ruin you.
Read things, look at the environment, and remember to take a deep breath before you deal with your pressure.
Gue rasa banyak sekali akhir-akhir ini orang yang butuh suntikan motivasi. Lalu lalu lalu?
Jadi ya....anggap saja dengan diterbitkannya tulisan ini, kamu selangkah lebih dekat dalam merelevankan diri kamu terhadap lingkungan sekitarmu. Karena sikap itu harus diambil, ang...
PS :
Ang, mari mulai bulan ini kita membicarakan hal-hal yang selama ini kamu abaikan.
Manusia berlomba-lomba meneriakkan opini soal segalanya. Banyak manusia juga menggadai kebebasan dan kesadaran hingga akhirnya terkontaminasi politisi dan akademisi. Pengen sih egois, hanya baca yang pengen gue baca, hanya denger apa yang gue ingin percayai, hanya melihat apa yang ingin gue yakini, dan hanya berharap pada apa yang gue rencanakan........tapi.........tar disangka living in a bubble.
Terus lo mulai mempertanyakan apakah keberadaan lo dengan segala yang lo tidak sukai di sekitar lo ini menandakan bahwa lo mulai jadi irelevan. Lo ga mau berpartisipasi di masyarakat dimana lo berdiri. Lo bahkan ga ngerti gimana menciptakan argumen politik, agama dan tetek bengek yang konon berguna untuk keberlangsungan hajat hidup masyarakat. Apa lo masih relevan, ketika lo merasa bahkan keberadaan lo mulai irelevan?
Kok bisa sih ang lo membahas kerelevanan seseorang? Asal muasal nya sih gue terngiang kata relevan ini karena dosen gue berturut-turut bilang, “..........yang penting itu bukan bener atau salah, bukan tepat atau tidak, tapi relevan atau tidaknya.....” Gue jujur aja lupa dia ngomongin apa, tapi kata relevan terus nyempil di sela otak dan bikin gue KZL.
Whoa! Nyante, ang. Yakali elo mau ikut ngomong agama dan politik segala? Hm tenang......lo juga punya kapasitas masing-masing untuk hidup. Semua orang ga harus melakukan hal yang sama. Cara bicara dan berekspresi juga ga harus seragam. Sampe gaya makan dan tipe kerjaan juga kan bedaaa.. kalau semuanya sama, robot dong. Aku ga mau hidup di dunia dimana aku jadi robot.
Tapi kamu sadar kan ang kalau kita mulai shifting towards that possibility? Hmm, mungkin ada baiknya kesadaran dini ini kita manfaatkan, kita harus avoid the possibility.
Simply by keep on living as you are.
Keep reading books. If you like to dance, keep on dancing. Keep listening to good music. Keep writing. Keep watching good films. Keep appreciating arts and photography. Make an appreciative write up every time you encounter these. Nobody has the right to tell you how to live your life. Nobody.
Ih ternyata jago bets sepik-sepik pake bahasa Inggris, cari jodoh bule ah abis ini. Stop ngomongin jodoh, tar urusan ga kelar-kelar.
Tapi bener kan apa yang gue bilang?
Even though that idea sounds really utopian. Like it was a dreamy faraway land.
Nah, makanya itu tugas kita supaya gak bikin hal-hal itu utopis.
Jadiin kebiasaan.
You keep doing what you do. You keep sharing what you’ve shared. You keep performing good deeds until it becomes a good habit.
It’s hard, but do not let the anger in anyone or anything ruin you.
Read things, look at the environment, and remember to take a deep breath before you deal with your pressure.
Gue rasa banyak sekali akhir-akhir ini orang yang butuh suntikan motivasi. Lalu lalu lalu?
Jadi ya....anggap saja dengan diterbitkannya tulisan ini, kamu selangkah lebih dekat dalam merelevankan diri kamu terhadap lingkungan sekitarmu. Karena sikap itu harus diambil, ang...
PS :
Ang, mari mulai bulan ini kita membicarakan hal-hal yang selama ini kamu abaikan.
Comments
Post a Comment