Ada hal yang menggelitik ketika orang bilang hal kaya begini,
“coy, foto tadi mana, upload dong..”
“share di grup sih yang barusan kita wefie!”
“videonya ga diposting nih?”
“lucu juga pembicaraan barusan, bagus tuh jadi bahan di blog”
Ada hal yang menarik untuk menjawab alasan kenapa semuanya ga harus di-dunia-maya-kan. Berikut pemaparan isi hatiku terkait hal tersebut.
“mungkin aku tidak ingin berbagi pada publik karena aku ingin menyimpan kenangan kita hanya untukku seorang.
Soal kebersamaan kita. Tentang senyum kita, tentang perasaan bahagia aku saat bareng kamu, kamu dan kamu-kamu, yang saat ini selalu aku percaya untuk menjadi telingaku.
Tentang makan siang kita yang apa adanya, dan obrolan remeh temeh dengan pemikiranmu yang istimewa.
Saat kamu bebas berbicara, kamu tertawa, dan kita saling bercerita.”
“mungkin aku tak akan pernah membaginya pada siapapun karena kamu-kamu sekalian terlalu berharga untuk diumbar .
Aku selalu yakin kalau makanan terenak adalah makanan yang pernah kumakan bersamamu, bukan makanan yang diposting di path.
Aku percaya kalau kebersamaan yang indah tentang kita adalah saat dimana kita tak selalu bersama tapi kamu selalu ingat dan mendo’akanku. Bukan kekompakan senyum yang terpajang di instagram.
Aku pikir aku lebih suka dengan pendapat yang kita tabung dalam ingatan dan hati kita masing-masing. Bukan yang ditulis di facebook.
Hadiah-hadiah darimu selalu berkesan hingga tak ingin aku memamerkannya di twitter.
Kebersamaan kita mungkin kelak dan kini sulit terulang kembali. Maka izinkan aku menyimpannya dalam hatiku, sebelum semua habis terbagi di media sosial."
“Agar kelak ketika aku berjumpa denganmu di surga, kita bisa bersama membuka kembali kotak pandora kita. Dan mari kita melihat kembali foto-foto saat kita di bumi.
Tentang bagaimana kita memuliakan kebahagiaan. Tentang bagaimana aku berusaha mengindahkan persahabatan kita. Tentang makanan terbaik yang pernah bersama kita cicipi, juga airmata dan pesta yang pernah kita singgahi.
Yang kelak akan membuatmu memutar semua memorimu dan menggerus semua pojok ingatanmu.
Sampai kita tersenyum bersama lagi.”
“coy, foto tadi mana, upload dong..”
“share di grup sih yang barusan kita wefie!”
“videonya ga diposting nih?”
“lucu juga pembicaraan barusan, bagus tuh jadi bahan di blog”
Ada hal yang menarik untuk menjawab alasan kenapa semuanya ga harus di-dunia-maya-kan. Berikut pemaparan isi hatiku terkait hal tersebut.
“mungkin aku tidak ingin berbagi pada publik karena aku ingin menyimpan kenangan kita hanya untukku seorang.
Soal kebersamaan kita. Tentang senyum kita, tentang perasaan bahagia aku saat bareng kamu, kamu dan kamu-kamu, yang saat ini selalu aku percaya untuk menjadi telingaku.
Tentang makan siang kita yang apa adanya, dan obrolan remeh temeh dengan pemikiranmu yang istimewa.
Saat kamu bebas berbicara, kamu tertawa, dan kita saling bercerita.”
“mungkin aku tak akan pernah membaginya pada siapapun karena kamu-kamu sekalian terlalu berharga untuk diumbar .
Aku selalu yakin kalau makanan terenak adalah makanan yang pernah kumakan bersamamu, bukan makanan yang diposting di path.
Aku percaya kalau kebersamaan yang indah tentang kita adalah saat dimana kita tak selalu bersama tapi kamu selalu ingat dan mendo’akanku. Bukan kekompakan senyum yang terpajang di instagram.
Aku pikir aku lebih suka dengan pendapat yang kita tabung dalam ingatan dan hati kita masing-masing. Bukan yang ditulis di facebook.
Hadiah-hadiah darimu selalu berkesan hingga tak ingin aku memamerkannya di twitter.
Kebersamaan kita mungkin kelak dan kini sulit terulang kembali. Maka izinkan aku menyimpannya dalam hatiku, sebelum semua habis terbagi di media sosial."
“Agar kelak ketika aku berjumpa denganmu di surga, kita bisa bersama membuka kembali kotak pandora kita. Dan mari kita melihat kembali foto-foto saat kita di bumi.
Tentang bagaimana kita memuliakan kebahagiaan. Tentang bagaimana aku berusaha mengindahkan persahabatan kita. Tentang makanan terbaik yang pernah bersama kita cicipi, juga airmata dan pesta yang pernah kita singgahi.
Yang kelak akan membuatmu memutar semua memorimu dan menggerus semua pojok ingatanmu.
Sampai kita tersenyum bersama lagi.”
Comments
Post a Comment