Karena kewaspadaan adalah way of life.
Waspadalah
terhadap pesona. Ada sebuah senyuman yang datang untuk membunuh dan
pengeksekusi tahu bagaimana menjadi ramah.
Waspadalah
terhadap hal-hal yang terlalu mudah, kasur yang empuk, dan orang asing yang
memperlihatkan kebaikan berlebihan.
Waspadalah
terhadap lapangan yang hijau. Ular yang bersembunyi di sana tidak akan
memperlihatkan dirinya begitu saja.
Waspadalah
terhadap janji yang disumpahkan tergesa-gesa, memintamu untuk bergantung pada
janji itu.
Waspadalah
terhadap rasa gagal yang terasa terlalu cepat, tanpa menyadari kemana jatuhmu
akan mendaratkanmu ; apakah ke tempat yang empuk atau keras.
Waspadalah
terhadap seseorang yang perkataannya lebih manis dari madu, yang akan
mencintaimu dan meninggalkanmu dalam kesedihan, seseorang yang mengatakan bahwa
merekalah yang terbaik untukmu.
Waspadalah
terhadap kata “ya” ketika kamu tidak paham benar apa konsekuensinya : apa yang
akan menghancurkan jiwamu dan kamu berujung tak memiliki apapun.
Waspadalah
terhadap rasa senang, kupu-kupu di perut, kembang api, dan bintang yang
berkelap-kelip melalui matanya. Rasa deg-degan itu perlahan menghilang dan
lampu akan padam. Dan ketika kegelapan menimpamu, waspada dengan kunang-kunang;
kenyamanan sesaat yang akan hilang keesokan pagi, harapanmu salah karena kamu
menganggap orang yang menginap di hotel sebagai orang yang akan menetap
selamanya.
Waspadalah
terhadap serigala yang telah belajar memakan rumput dan mengembik
seperti domba. Omnivora hanyalah karnivora yang eklektik.
Waspadalah
terhadap ketergesaan, terburu-buru, urgensi artifisial yang berakhir dengan patah hati. Atau lebih buruk lagi, patah leher.
Waspadalah
terhadap perjuangan yang disebabkan oleh apa yang bukan milikmu. Tidak akan
ada medali anumerta. Tidak ada yang akan meratapi kematianmu. Kamu
tidak akan dirindukan.
Jika itu meninggalkanmu dalam
kekosongan, itu bukan cinta.
Jika itu membuatmu berdarah, itu bukan cinta.
Comments
Post a Comment