Kita bertemu di toko buku. Aku sedang sendirian, begitupun kamu. Melihatmu membaca sebuah buku yang aku sukai, seperti melihat sebuah buku berkata “Hei, nampaknya dia cocok denganmu.” Pada saat itu aku ingin menghitung dengan pasti probabilitas kecocokan kita. Kubayangkan hasilnya cukup rendah karena aku secara instan hanya mentabulasikan apa yang aku lihat.
Kita bertemu karena aku mendatangimu. Aku tak pernah mendekati orang asing sebelumnya kecuali untuk menanyakan arah jalan. Sebelum aku bertemu denganmu, probabilitasku mendatangimu adalah 0,00 sampai akhirnya aku memberanikan diri dan membuktikan nilai probabilitas itu berubah. Kelak kamu berkata padaku bahwa aku mampu memetakan genom manusia tapi tidak dengan hatimu. Aku tidak begitu mengerti, tapi aku selalu percaya bahwa kamu membuatku menghasilkan impuls yang melanggar logika, hal ini membuktikan asersimu yang keliru bahwa aku pada mulanya mampu memetakan genom manusia.
Aku melihatmu menimang buku favoritku di antara delapan buku lain. Probabilitas kamu hanya akan membeli satu buku kesukaanku saja adalah 0,125. Lalu kupikir “Aku harus katakan padamu bahwa itu adalah salah satu buku kesukaanku. Sepertinya bukan ide yang buruk.” (Begitulah tangensial kenapa di masa depan aku tak akan pernah menyentuh buku itu lagi, karena itu mengingatkanku padamu)
Aku berbincang denganmu karena kamu bilang kalau kamu sedang ‘bernostalgia dengan masa depan’, itu pertama kalinya aku mendengar frase begitu partikularnya. Secara astronomi kamu tak mungkin berkata begitu, atau itu hanya caramu membiarkanku terhasut untuk kian mendekatimu?
Ada beberapa alasan lagi mengapa aku mendekatimu seperti kurva bibir bawahmu, interval rambut hitam ikal dengan kerah kemeja putihmu, dan beberapa hal lain yang tidak berkorehensi. Awalnya aku tidak pernah mengkalkulasi faktor-faktor ini bisa beririsan secara akurat pada satu orang yang sama.
Dari ratusan toko buku yang ada di kota ini, aku hanya mendatangi enam toko buku. Aku memilih satu toko buku yang ingin kusinggahi, pada hari yang sama denganmu. Peluang yang kupunya hanya 0,167 saat itu.
Pada percakapan pertama kita, kita saling mengetahui bahwa kita tidak percaya takdir, tapi kita sama-sama mempunyai kebiasaan menjadikan herbarium sebagai pembatas buku saat kecil. Peluang kita berdua bertumbuh dengan lumut dan tumbuhan paku di kebun memang kecil. Peluang kita akan membicarakan herbarium di toko buku dalam waktu lima belas menit setelah pertemuan pun tak kalah kecilnya. Peluang salah satu diantara kita percaya takdir cukup besar. Namun semua peluang ini berujung membuatku takjub. Aku hampir selalu membuat herbarium untuk setiap buku yang kubaca.
Aku sedang membaca di rak buku best seller, rak yang biasanya aku lewati begitu saja. Kalau aku sedang tidak disitu, aku mungkin tidak akan melihatmu berdiri membaca sampul belakang buku di rak new arrival. Aku belum beranjak ke lantai atas, tempat alat tulis yang seharusnya aku datangi untuk membeli tinta pena pigma micronku yang mulai habis. Kalau aku sesegera mungkin ke lantai atas, aku mungkin sudah berada di halaman rumahku sekarang.
Ketika kamu memutuskan untuk membeli buku yang aku sarankan, aku tersenyum lega. Terlalu lega hingga aku lupa apa tujuanku kemari. Aku menutupi gugup dengan seolah membaca buku, padahal yang ada di tanganku adalah halaman kosong sebuah diary untuk gadis remaja. Kamu bilang gugupku punya pesonanya sendiri. Peluang bahwa kamu menganggap kekakuanku menarik memang tidak bisa aku perkirakan, tapi bukti anekdotal yang kutemukan nanti akan membuatku mengangguk memahami.
Teori probabilitas dari aksioma Kolmogorov menyatakan bahwa peluang sebuah koin mendarat pada angka atau gambar adalah 1, tapi peluang koin mendarat tidak pada angka ataupun tidak pada gambar adalah 0. Mungkin aku akan bertemu denganmu atau aku tidak akan bertemu denganmu sama sekali. Kalau aku bertemu denganmu, maka aku akan mencintaimu. Kalau aku tidak bertemu denganmu, maka aku tidak akan mencintaimu.
Aku seperti berkontradiksi dengan seluruh alasan yang ada, berharap bahwa semua ini pada akhirnya memang terjadi atau tidak sama sekali. Aku berpostulasi bahwa saat ini probabilitas aku dapat membawa hubungan ini ke level yang lebih tinggi sangat kecil. Dalam rangka membawanya ke puncak lebih tinggi suatu hubungan, probabilitas aku ingin kembali ke masa saat aku memasuki toko buku ini seiring dengan progresi waktu adalah 0, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Aku membayangkan diriku sendiri menantang logika, selamanya menyaksikan, tertahan dalam waktu, rambutmu yang bercahaya terkena lampu pendar tampak seperti korona bagiku. Aku membayangkan probabilitas, melawan semua aturan probabilitas, seperti setan cilik, salah satu yang hidupnya telah lama aku padamkan supaya kita bisa terus bersamamu dalam setiap iterasi beberapa probabilitas dunia paralel, dalam setiap bagaimana-jika, dalam setiap semesta sehingga hanya terdapat satu kemungkinan yang selalu akan terjadi. Aku bertemu denganmu di toko buku dan aku mencintaimu.
Kita bertemu karena aku mendatangimu. Aku tak pernah mendekati orang asing sebelumnya kecuali untuk menanyakan arah jalan. Sebelum aku bertemu denganmu, probabilitasku mendatangimu adalah 0,00 sampai akhirnya aku memberanikan diri dan membuktikan nilai probabilitas itu berubah. Kelak kamu berkata padaku bahwa aku mampu memetakan genom manusia tapi tidak dengan hatimu. Aku tidak begitu mengerti, tapi aku selalu percaya bahwa kamu membuatku menghasilkan impuls yang melanggar logika, hal ini membuktikan asersimu yang keliru bahwa aku pada mulanya mampu memetakan genom manusia.
Aku melihatmu menimang buku favoritku di antara delapan buku lain. Probabilitas kamu hanya akan membeli satu buku kesukaanku saja adalah 0,125. Lalu kupikir “Aku harus katakan padamu bahwa itu adalah salah satu buku kesukaanku. Sepertinya bukan ide yang buruk.” (Begitulah tangensial kenapa di masa depan aku tak akan pernah menyentuh buku itu lagi, karena itu mengingatkanku padamu)
Aku berbincang denganmu karena kamu bilang kalau kamu sedang ‘bernostalgia dengan masa depan’, itu pertama kalinya aku mendengar frase begitu partikularnya. Secara astronomi kamu tak mungkin berkata begitu, atau itu hanya caramu membiarkanku terhasut untuk kian mendekatimu?
Ada beberapa alasan lagi mengapa aku mendekatimu seperti kurva bibir bawahmu, interval rambut hitam ikal dengan kerah kemeja putihmu, dan beberapa hal lain yang tidak berkorehensi. Awalnya aku tidak pernah mengkalkulasi faktor-faktor ini bisa beririsan secara akurat pada satu orang yang sama.
Dari ratusan toko buku yang ada di kota ini, aku hanya mendatangi enam toko buku. Aku memilih satu toko buku yang ingin kusinggahi, pada hari yang sama denganmu. Peluang yang kupunya hanya 0,167 saat itu.
Pada percakapan pertama kita, kita saling mengetahui bahwa kita tidak percaya takdir, tapi kita sama-sama mempunyai kebiasaan menjadikan herbarium sebagai pembatas buku saat kecil. Peluang kita berdua bertumbuh dengan lumut dan tumbuhan paku di kebun memang kecil. Peluang kita akan membicarakan herbarium di toko buku dalam waktu lima belas menit setelah pertemuan pun tak kalah kecilnya. Peluang salah satu diantara kita percaya takdir cukup besar. Namun semua peluang ini berujung membuatku takjub. Aku hampir selalu membuat herbarium untuk setiap buku yang kubaca.
Aku sedang membaca di rak buku best seller, rak yang biasanya aku lewati begitu saja. Kalau aku sedang tidak disitu, aku mungkin tidak akan melihatmu berdiri membaca sampul belakang buku di rak new arrival. Aku belum beranjak ke lantai atas, tempat alat tulis yang seharusnya aku datangi untuk membeli tinta pena pigma micronku yang mulai habis. Kalau aku sesegera mungkin ke lantai atas, aku mungkin sudah berada di halaman rumahku sekarang.
Ketika kamu memutuskan untuk membeli buku yang aku sarankan, aku tersenyum lega. Terlalu lega hingga aku lupa apa tujuanku kemari. Aku menutupi gugup dengan seolah membaca buku, padahal yang ada di tanganku adalah halaman kosong sebuah diary untuk gadis remaja. Kamu bilang gugupku punya pesonanya sendiri. Peluang bahwa kamu menganggap kekakuanku menarik memang tidak bisa aku perkirakan, tapi bukti anekdotal yang kutemukan nanti akan membuatku mengangguk memahami.
Teori probabilitas dari aksioma Kolmogorov menyatakan bahwa peluang sebuah koin mendarat pada angka atau gambar adalah 1, tapi peluang koin mendarat tidak pada angka ataupun tidak pada gambar adalah 0. Mungkin aku akan bertemu denganmu atau aku tidak akan bertemu denganmu sama sekali. Kalau aku bertemu denganmu, maka aku akan mencintaimu. Kalau aku tidak bertemu denganmu, maka aku tidak akan mencintaimu.
Aku seperti berkontradiksi dengan seluruh alasan yang ada, berharap bahwa semua ini pada akhirnya memang terjadi atau tidak sama sekali. Aku berpostulasi bahwa saat ini probabilitas aku dapat membawa hubungan ini ke level yang lebih tinggi sangat kecil. Dalam rangka membawanya ke puncak lebih tinggi suatu hubungan, probabilitas aku ingin kembali ke masa saat aku memasuki toko buku ini seiring dengan progresi waktu adalah 0, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Aku membayangkan diriku sendiri menantang logika, selamanya menyaksikan, tertahan dalam waktu, rambutmu yang bercahaya terkena lampu pendar tampak seperti korona bagiku. Aku membayangkan probabilitas, melawan semua aturan probabilitas, seperti setan cilik, salah satu yang hidupnya telah lama aku padamkan supaya kita bisa terus bersamamu dalam setiap iterasi beberapa probabilitas dunia paralel, dalam setiap bagaimana-jika, dalam setiap semesta sehingga hanya terdapat satu kemungkinan yang selalu akan terjadi. Aku bertemu denganmu di toko buku dan aku mencintaimu.
Comments
Post a Comment