Suatu ketika kamu akan masuk di fase dimana lingkaran pertemananmu membicarakan pernikahan, memiliki imajinasi lucu tentang pernikahan dan rumah tangga. Ada juga fase dimana kita membicarakan proses-proses yang sama sekali asing kaya melahirkan, membesarkan anak, menjadi tua bersama pasangan dan ketakutan akan kematian. Jadwal untuk ngomongin hal-hal seperti itu tuh senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu dan minggu. Yup, tiap hari. Minggu kadang agak ekstrem ngomongin tentang imajinasi romantis bersama future husband dan calon anak yang bahkan belum tau bentuknya kaya gimana.
Saya ngga sadar, saya bersama lingkaran pertemanan saya tumbuh dewasa. Dulu, mana kebayang obrolan kaya gini bakal jadi pendamping ngemil snack. Dulu obrolan paling mentok tentang PR besok, tugas minggu ini, gosip artis di TV ampe isu lokal dan internasional, ga lupa juga ngobrolin kisah asmara gebetan dan mantan. Pada akhirnya saya mengamini apa yang dikatakan Mbah Morgan Freeman : people don’t change, they just become a clearer vision of who they are.
Saya ngga bilang saya pengen nikah sekarang. Nikah itu ngga semudah kita nyeduh pop mie yang 3 menit langsung jadi. Mungkin yang paling saya butuhkan sekarang itu bukan nikahnya, tapi ikhtiar untuk mencari the one yang layak dinikahi. Kan Ngkong Einstein bilang kalau ikan ikhtiar, manjat pohon pun dia pasti bisa.
Katanya kalau kita udah sadar betul bahwa perfect spouse itu ngga ada, di saat itulah mereka akan muncul. Jelaslah, yang sempurna memang ngga ada, tapi mungkin yang mendekati ceklis penilaian ideal husband kamu pasti ada. Beberapa orang ingin suami yang bertipe family guy. Beberapa lainnya pengen hot guy. Ada juga malah yang punya detail menyangkut fisik maupun kejiwaan. Request aja ke Tuhan. Semakin detail semakin bagus.
Dalam prakteknya, kita mencari seseorang yang compatible dengan selera kita akan makanan, musik, tontonan, bacaan dan cara pandang akan suatu hal. Nah, compatibility ini bisa dicek dari keluarga dan lingkungan pertemanan. Bagaimana seseorang dibesarkan menjelaskan banyak hal tentang seperti apa kepribadian orang tersebut.
Mungkin bakal cape. Entah itu cape mencari hingga akhirnya lelah menunggu. Saya ngga tahu, karena saya juga belum menemukan. Oleh karena itu, guna mengusir kegundahan, saya bakal ngutip apa yang dikatakan oleh Stella pada Ted dalam sitkom How I Meet Your Mother : “I know that you’re tired of waiting. And you might have to wait a little more, but, she’s on her way, Ted. And she’s getting here as fast as she can.” Selelah apapun kita nunggu, kita harus sadar kalau seseorang disana sedang berusaha untuk menuju kita secepat yang dia mampu.
Pada akhirnya sebagai perempuan, saya ngga pengen kamu dan yang lainnya tertutup dan milih menjadi seseorang yang menunggu dipilih. Kalau emang udah nemu yang compatibility-nya bikin ceklis penilaian ideal husband kamu terpenuhi, ya kenapa ngga maju duluan. Tentunya majulah dengan elegan, dengan tidak menggunakan cara-cara murah. Berpikirlah bahwa kamu sedang memperjuangkan apa yang selama ini kamu cari dan kamu nantikan.
Godspeed, people. Godspeed.
Saya ngga sadar, saya bersama lingkaran pertemanan saya tumbuh dewasa. Dulu, mana kebayang obrolan kaya gini bakal jadi pendamping ngemil snack. Dulu obrolan paling mentok tentang PR besok, tugas minggu ini, gosip artis di TV ampe isu lokal dan internasional, ga lupa juga ngobrolin kisah asmara gebetan dan mantan. Pada akhirnya saya mengamini apa yang dikatakan Mbah Morgan Freeman : people don’t change, they just become a clearer vision of who they are.
Saya ngga bilang saya pengen nikah sekarang. Nikah itu ngga semudah kita nyeduh pop mie yang 3 menit langsung jadi. Mungkin yang paling saya butuhkan sekarang itu bukan nikahnya, tapi ikhtiar untuk mencari the one yang layak dinikahi. Kan Ngkong Einstein bilang kalau ikan ikhtiar, manjat pohon pun dia pasti bisa.
Katanya kalau kita udah sadar betul bahwa perfect spouse itu ngga ada, di saat itulah mereka akan muncul. Jelaslah, yang sempurna memang ngga ada, tapi mungkin yang mendekati ceklis penilaian ideal husband kamu pasti ada. Beberapa orang ingin suami yang bertipe family guy. Beberapa lainnya pengen hot guy. Ada juga malah yang punya detail menyangkut fisik maupun kejiwaan. Request aja ke Tuhan. Semakin detail semakin bagus.
Dalam prakteknya, kita mencari seseorang yang compatible dengan selera kita akan makanan, musik, tontonan, bacaan dan cara pandang akan suatu hal. Nah, compatibility ini bisa dicek dari keluarga dan lingkungan pertemanan. Bagaimana seseorang dibesarkan menjelaskan banyak hal tentang seperti apa kepribadian orang tersebut.
Mungkin bakal cape. Entah itu cape mencari hingga akhirnya lelah menunggu. Saya ngga tahu, karena saya juga belum menemukan. Oleh karena itu, guna mengusir kegundahan, saya bakal ngutip apa yang dikatakan oleh Stella pada Ted dalam sitkom How I Meet Your Mother : “I know that you’re tired of waiting. And you might have to wait a little more, but, she’s on her way, Ted. And she’s getting here as fast as she can.” Selelah apapun kita nunggu, kita harus sadar kalau seseorang disana sedang berusaha untuk menuju kita secepat yang dia mampu.
Pada akhirnya sebagai perempuan, saya ngga pengen kamu dan yang lainnya tertutup dan milih menjadi seseorang yang menunggu dipilih. Kalau emang udah nemu yang compatibility-nya bikin ceklis penilaian ideal husband kamu terpenuhi, ya kenapa ngga maju duluan. Tentunya majulah dengan elegan, dengan tidak menggunakan cara-cara murah. Berpikirlah bahwa kamu sedang memperjuangkan apa yang selama ini kamu cari dan kamu nantikan.
Godspeed, people. Godspeed.
Comments
Post a Comment