Pada setiap malam akan dihembuskan kegelisahan. Seperti berkabut, kamu tidak bisa kemana-mana dan terlalu berbahaya bila kamu lengah. Begitulah kiranya posisiku di malam yang cedera ini. Kukatakan cedera, karena malam ini tidak terlalu produktif, tidak seperti malam anak muda pada umumnya.
Bahkan aku tidak paham pada diriku sendiri, mengapa aku selalu bersikap seolah aku akan hidup selamanya? Begitu banyak orang yang menyia-nyiakan masa mudanya. Tapi itu hanya bisa disimpulkan kelak, ketika aku tua renta? Apakah aku telah menyia-nyiakannya?
Waktu adalah sahabat yang bisa berkhianat. Dia seolah berpihk pada kita, tapi dengan pasti dia akan meninggalkan kita. Waktu seperti pedang yang akan kugunakan untuk bertarung tapi pada akhirnya pedang ini akan menghunusku sendiri, aku harus berhati-hati.
Suatu ketika, waktu terus menjalankan tugasnya, aku dibawa olehnya ke masa yang lain. Aku menyadari satu hal, kapan aku disebut tua? Saat ini, aku dilabeli “angkatan kolot”oleh para “angakatan-so-muda-padahal-mereka-sebentar-lagi-juga-kolot”. Apalagi kalau yang mengucapkannya itu dosen, rasanya aneh mengaitkan apapun dengan label itu. Mereka sedang membandingkan yang tua dengan yang muda. Kenapa mereka tidak mempunyai label tertentu bagi diri mereka.. Seperti “angkatan-siap-masuk-akhirat” atau apapun yang menunjukkan nilai umur yang tinggi.
Ah, aku benci mengatakan ini, tapi aku masih sangat muda untuk kau sebut kolot.
Comments
Post a Comment