Dari Jum’at pagi hingga Minggu sore, 31 Agustus-2 September 2012 sebanyak 106 mahasiswa juga mahasiswi pendidikan kimia UPI ngadain Pengabdian pada Masyarakat(P2M) di desa Cipariuk, Lembang. Ini kali pertama saya ikut beginian, tahun sebelumnya ngga tertarik buat ikut. Selain karena tahun lalu diadain pas ramadhan, tahun ini emang pengen nyobain. Di pikir-pikir, tahun-tahun selanjutnya ngga bakal bisa ikutan, ini timingnya udah pas banget. Tahun ketiga kemungkinan bentrok sama KKN, dan kalau tahun keempat, ngga enak aja udah jadi angkatan kolot.
Beberapa kali divisi acara ngonsep acara P2M-nya mau kaya gimana dan ngapain aja. Beberapa panitia sudah survey kesana dan koordinasi dengan ketua RWnya. Di Cipariuk mayoritas warganya beternak sapi. Sapi penghasil susu. Nah taukah engkau, penghasilannya ini abis lagi buat ngurus sapinya. Anggap aja gini, misalkan bapak peternak ini dapet dari sapi 500ribu, tapi buat beli makan si sapi sama ngurus tetek bengek lainnya abis 400ribu, jadi untung 100ribu doang, padahal capenya seabreg, belum lagi peternak yang cuma buruh, ngga punya hewan ternaknya. Ini karena daerah mereka gunung, jauh dari jalan utama, jalanannya juga minta di-Masya Allah-in banget. Berbatu dengan track nanjak mencapai 60 derajat, persis kaya pendakian gunung. Jadi para sapi ini kebanyakan ngandang aja dan ngga dilepas keluar lingkungan, khawatir pada kepeleset tar susah ngebanguninnya, hehe. Otomatis peternaknya yang merumput, sayangnya rumput disana ngga banyak, banyaknya pohon pinus, jadi makanannya ini beli. Oky, selaku ketua pelaksananya mempopulerkan istilah “sapi makan sapi”, duitnya dari sapi tapi diembat lagi sama sapi, yang punya sapinya kebagian sisa.
Setelah meninjau dan mempertimbangkan bersama manusia lainnya, diputuskanlah tujuan P2M kali ini untuk meningkatkan ekonomi warga disana, ada beberapa kegiatan unggulan disiapkan : penyuluhan ternak yang ngebahas cara pembuatan pakan ternak yang murah dan ngga pake ribet(teori di hari pertama dan praktek di hari kedua), cek kesehatan, bazaar ngejual baju-baju layak pakai dengan harga berkisar dari seribu sampai lima ribu, baksos ke 50 warga membutuhkan, ngajar anak kampung situ dari mulai ngaji, bahasa inggris ngga ketinggalan matematika, cerdas cermat, outbond dan ngajarin ibu-ibu keterampilan membuat kerajinan tangan dari kian flannel, tabligh akbar.
Saya yang menjabat sebagai DPM mantau dan ngasih saran aja, kebetulan koordinator divisi acara, Siska, tuh temen deket sekelas. Rundown pun dirancang dan disosialiasikan ke peserta pada technical meeting H-2. Peserta juga merangkap panitia teknis(pantek) yang akan menjalankan acara juga. Disana kita pake tenda karena rumah warga ngga ada yang mungkin untuk nampung 106 orang, ada cottage pun itu jauh banget dari lokasi sekitar 4km, sekitar sejam belum ditambah berhenti ditengah jalan karena cape dan santai dulu di warung karena aus. Dari tenda pun kita harus manjat lagi untuk sampai ke rumah Pak RW dan mushola, sekitar 15menit. Cuaca disana dingin sebagaimana dataran tinggi umumnya. Ngga abis pikir panitia nemu tempat kaya gini kok bisa ya. Letaknya jauh dari peradaban, dan perjuangan ngadain acara disana double wow banget, WOW WOW.
Begitu datang, tenda telah terpasang oleh staff divisi logistik. Pantek langsung ramah tamah ke warga, respon warga beragam, ada yang hangat, biasa aja, cuek, jutek. Masyarakat memang selalu mempunyai komposisi karakter yang unik.
Hari pertama, paginya cek kesehatan sekaligus bazaar. Banyak warga sakit yang datang untuk berobat, padahal panitia hanya menyediakan jasa cek tekanan darah, berat badan, tinggi badan juga pemberian vitamin. Warga mengartikan lebih dari kata “cek kesehatan” disini, ada yang marah dan pulang. Panitia lebih kecewa melihat warga kecewa. Pak RW bilang ini pertama kalinya kampung ini kedatangan mahasiswa P2M. Sebelumnya pernah ada syuting Jika Aku Menjadi disini. Tentu warga berekspektasi lebih banyak. Siangnya ngajar, lancar. Banyak pantek disukai anak-anak disini, mereka akrab.
Malamnya di rundown dituliskan “penyuluhan ternak”, kendala mulai merintangi. Mulai dari mushola yang dipilih sebagai lokasi penyuluhan dipakai pengajian rutin DKM yang ternyata tak dibatalkan, padahal Pak RW mengaku sudah memberitahu DKM bahwa mushola akan dipakai untuk acara P2M. Apalagi pemateri dari dinas peternakan sudah datang. Kami mulai resah. Bersyukur jam 8 acara pengajian usai, kendala lain muncul, hujan mulai turun, tak ada warga datang. Padahal sosialisasi acara sudah dilakukan saat ramah tamah. Kita terus menunggu. Kita terus menerka apa kiranya alasan sehingga kami dibiarkan harus terus menunggu dalam kegelisahan. Entah karena warga malas, capek atau tidur. Ada juga yang takut kalau-kalau warga tidak datang karena masih kecewa dengan cek kesehatan tadi siang. Kami tidak menangis, cukup langit yang menangis. DPM dan SC memberi saran supaya acara dibatalkan. Tujuan P2M tidak tercapai. Terpaksa pemateri dipulangkan, panitia meminta maaf. Beberapa pantek pulang ke tenda pukul 9 bersama hujan. Kedinginan dan kecewa merupakan kombinasi penderitaan yang cocok. Tenda basah, beberapa tas ikut basah, sleeping bag juga. Jackpot!
Pukul 10 panitia briefing untuk besok dan evaluasi kecil. Salah seorang pantek, Egy ikut angkat bicara. Diceritakannya, ketika dia berteduh sebentar di sebuah warung dalam perjalanan menuju tenda ada seorang bapak mengajaknya ngobrol dan intinya gini “Acara kalian tuh ngga ada yang datang karena kalian mau ngajarin ternak ke orang yang udah beternak dari umur 5 tahun”. Demi mendengar ini kami semua terdiam dan agak down. Siska menangis, saya yang disampingnya memeluknya dan berkata “Ini bukan menjadi salah kamu dan ngga seharusnya jadi beban kamu sendirian. Kita disini bersama”. Kata itu terlalu muluk. Dua orang staff lain ikut mengelus punggungnya dan memeluknya juga. Pelukan yang justru membuat tubuh makin dingin. Sedikit banyak aku merasa kesal. Tapi yah begitulah masyarakat, tidak selalu seperti yang kita harapkan, dan tidak semua hal berjalan seideal rencana yang telah kita susun. Tidak semua niat baik diterima dengan baik. Teruslah bertindak baik, yang menerima Allah. Tak ada satupun orang yang tertidur nyenyak.
Hari kedua. Pukul tiga, staff acara sudah menyusup ke tenda membangunkan mengajak tahajud. Air sedingin es cair. Udara bisa jadi mencapai minus. Tangan dan wajah kami terasa beku. Sebagian tahajud, sebagian kalah oleh dingin dan memilih sembunyi di balik selimut. Agenda hari kedua ada yang dibatalkan, penyuluhan ternak praktek. Widya sahabat saya yang kebetulan setenda berasumsi kalau panitia salah redaksi kalimat. Orang desa berpikir cek kesehatan adalah berobat, dan penyuluhan ternak adalah pemberitahuan cara beternak. Tapi toh kejadian semalam tidak bisa di-undo seperti kita membuat kesalahan di computer. Setelah sarapan nasi goreng yang disiapkan divisi konsumsi, senam, ada pembagian pantek. Pantek untuk sortir barang untuk baksos, cerdas cermat, pelatihan flannel ibu-ibu dan prepare acara pamungkas nanti malam;tabligh akbar. Di hari kedua ini, sahabat setenda saya, Widya(bendahara), Intan(koor P3K), Siwi(staff P3K) dan Mega(koor kogistik) ngga lagi bertugas. Sejenak saya masuk ke tenda barang dan bantu nyortir barang baksos. Balik ke tenda. Ngejemurin barang yang basah diatas tenda, dan ngerapihin tenda. Ga elegan aja lihatnya, masa tenda gadis kaya camp pengungsian. Kami tidur-tiduran eh malah ketiduran. Karena semalem tidur ngga berasa tidurnya. Pas tidur aja masih denger suara, cuma matanya aja yang merem. Lumayan lunasin cicilan tidur semalem. Agak kukurubukan perutnya, kami manjat ke atas nyari warung. Pengen ngunyah apa gitu nih mulut. Jajanannya agak jadul, dorokdok, kue koya. Menjelang dzuhur, air abis dan baru nyala lagi ashar. Aturan dari yang nyewain tempatnya. Kami rencanain mau turun ke bawa, rekomendasi dari Teh Eka(salah satu DPM). Di bawah juga ada mushola dan katanya ibu-ibunya ramah. Kami turun dan ternyata jauh banget. Sepertinya Teh Eka orangnya doyan jalan kaki ya, makanya jalan sejauh ke Zimbabwe aja dibilang dekat. Hehe. Tapi berhubung tracknya pudunan, kita ngga terlalu ngos-ngosan. Jalanan di bawah juga ada jejak bekas aspalan. Ibu-ibu disana emang ramah, mereka curhat kalau anaknya ngga pada SMP karena jauh. Yang ngelanjutin ke SMP cuma 2 orang. Itupun dari rumah harus berangkat jam setengah enam, jalan kaki dulu satu jam. Apalagi kalau pilih SMP Lembang, naik angkot yang ada mabok. Ternyata laskar pelangi ngga harus selalu yang nyebrang sungai ya. Salut sama anak P2M yang terus berjuang. Ngga ada kata akhir untuk suatu perjuangan, dalam posisi pemukiman yang jauh dengan kaum pendatang yang dominan, posisi alam berhadapan dengan perusakan lingkungan hidup, posisi kedamaian jiwa berhadapan dengan media hiburan, maupun posisi kecerdasan berhadapan dengan pembodohan masal, kita tetap berjuang kawan! Guru itu mulia!
Sorenya kami pulang ke tenda. Oky sumringah tanda bawa kabar baik. Oky banyak survey ke warga tentang respon warga, dan hamper semuanya menyambut hangat kita. Oky dan pantek lain bahkan sosialisasi ke DKMnya. Hanya saja karena semalam hujan warga bingung apakah acaranya jadi atau dibatalkan, lagipula memang hujan selalu datang beriringan dengan rasa malas. Simpang siur kabar bapak yang mengajak bicara Egy kemarin adalah pemilik tanah yang tanahnya tidak jadi kami sewa karena harga sewa tanahnya 750 ribu, sedangkan tanah yang kami tempati sekarang hanya 500ribu. Ah tak penting lagi. Yang penting saya yakin keadaannya jauh lebih baik. Cerdas cermat dan pelatihan flannel ibu-ibu berjalan sesuai harapan. Tinggal tabligh akbar.
Selepas maghrib, semuanya kecuali divisi konsumsi berkumpul di mushola. Barang baksos, dan keperluan lain ditenteng divisi logistik. Keren banget kan malam minggu diisi tabligh akbar. Dan……. Acaranya sangat sip. Warga berdatangan, bahkan membawakan makanan untuk kita, meskipun itu cemilan kecil. Terharu. Terlintas pikiran “coba dari kemaren”. Divisi PDD menampilkan video mengenai P2M kali ini, makin membuat suasana pas mantabs. Saya ngeliat dari jendela di luar. Seberapapun buruknya dunia ini, selalu ada cara untuk memperbaikinya. Dan kami ada untuk itu. Jam 10 bubar tabligh, kami membagikan beberapa helai pakaian untuk warga yang sudah dikemas. Beberapa ibu malah meminta kami membangun TPA disini. Do’akan kami ada modal yah, bu J. Kami pulang dan tidur tenang. Pulas sampai saya tidak mendengar divisi acara membangunkan tahajud. Semesta tahu, hingga langitpun tak menangis. Malamnya cerah, tapi pagi justru lebih dingin dari kemarin.
Paginya kami sarapan lanjut senam dengan segaris lengkungan di ujung bibir. Karena hari ini hari terakhir, dan akan berakhirlah acara yang semula dinanti-nanti ini. Sedikit ingin cepat berakhir, karena ingin mandi. 3 hari tidak mandi itu rasanya kaya……….3 hari ngga mandi.aktivitas hari ini terbilang ringan, ngajak outbond anak-anak desa dan pamit ke warga desa. Outbondnya di puncak bukit, tempat terhamparnya pinus yang berdiri gagah. Udah beres, akhirnya Widya nyaranin buat berpoto disitu. Ini dia potonya.
Efi(kerudung abu), saya, siwi, intan, dan widya.
Alhamdulillah happy ending nih P2M, walau tujuannya tidak tercapai, toh beralasan dan yang jelas kalian semua sudah melakukan yang paling edan! Hehe.
Beberapa kali divisi acara ngonsep acara P2M-nya mau kaya gimana dan ngapain aja. Beberapa panitia sudah survey kesana dan koordinasi dengan ketua RWnya. Di Cipariuk mayoritas warganya beternak sapi. Sapi penghasil susu. Nah taukah engkau, penghasilannya ini abis lagi buat ngurus sapinya. Anggap aja gini, misalkan bapak peternak ini dapet dari sapi 500ribu, tapi buat beli makan si sapi sama ngurus tetek bengek lainnya abis 400ribu, jadi untung 100ribu doang, padahal capenya seabreg, belum lagi peternak yang cuma buruh, ngga punya hewan ternaknya. Ini karena daerah mereka gunung, jauh dari jalan utama, jalanannya juga minta di-Masya Allah-in banget. Berbatu dengan track nanjak mencapai 60 derajat, persis kaya pendakian gunung. Jadi para sapi ini kebanyakan ngandang aja dan ngga dilepas keluar lingkungan, khawatir pada kepeleset tar susah ngebanguninnya, hehe. Otomatis peternaknya yang merumput, sayangnya rumput disana ngga banyak, banyaknya pohon pinus, jadi makanannya ini beli. Oky, selaku ketua pelaksananya mempopulerkan istilah “sapi makan sapi”, duitnya dari sapi tapi diembat lagi sama sapi, yang punya sapinya kebagian sisa.
Setelah meninjau dan mempertimbangkan bersama manusia lainnya, diputuskanlah tujuan P2M kali ini untuk meningkatkan ekonomi warga disana, ada beberapa kegiatan unggulan disiapkan : penyuluhan ternak yang ngebahas cara pembuatan pakan ternak yang murah dan ngga pake ribet(teori di hari pertama dan praktek di hari kedua), cek kesehatan, bazaar ngejual baju-baju layak pakai dengan harga berkisar dari seribu sampai lima ribu, baksos ke 50 warga membutuhkan, ngajar anak kampung situ dari mulai ngaji, bahasa inggris ngga ketinggalan matematika, cerdas cermat, outbond dan ngajarin ibu-ibu keterampilan membuat kerajinan tangan dari kian flannel, tabligh akbar.
Saya yang menjabat sebagai DPM mantau dan ngasih saran aja, kebetulan koordinator divisi acara, Siska, tuh temen deket sekelas. Rundown pun dirancang dan disosialiasikan ke peserta pada technical meeting H-2. Peserta juga merangkap panitia teknis(pantek) yang akan menjalankan acara juga. Disana kita pake tenda karena rumah warga ngga ada yang mungkin untuk nampung 106 orang, ada cottage pun itu jauh banget dari lokasi sekitar 4km, sekitar sejam belum ditambah berhenti ditengah jalan karena cape dan santai dulu di warung karena aus. Dari tenda pun kita harus manjat lagi untuk sampai ke rumah Pak RW dan mushola, sekitar 15menit. Cuaca disana dingin sebagaimana dataran tinggi umumnya. Ngga abis pikir panitia nemu tempat kaya gini kok bisa ya. Letaknya jauh dari peradaban, dan perjuangan ngadain acara disana double wow banget, WOW WOW.
Begitu datang, tenda telah terpasang oleh staff divisi logistik. Pantek langsung ramah tamah ke warga, respon warga beragam, ada yang hangat, biasa aja, cuek, jutek. Masyarakat memang selalu mempunyai komposisi karakter yang unik.
Hari pertama, paginya cek kesehatan sekaligus bazaar. Banyak warga sakit yang datang untuk berobat, padahal panitia hanya menyediakan jasa cek tekanan darah, berat badan, tinggi badan juga pemberian vitamin. Warga mengartikan lebih dari kata “cek kesehatan” disini, ada yang marah dan pulang. Panitia lebih kecewa melihat warga kecewa. Pak RW bilang ini pertama kalinya kampung ini kedatangan mahasiswa P2M. Sebelumnya pernah ada syuting Jika Aku Menjadi disini. Tentu warga berekspektasi lebih banyak. Siangnya ngajar, lancar. Banyak pantek disukai anak-anak disini, mereka akrab.
Malamnya di rundown dituliskan “penyuluhan ternak”, kendala mulai merintangi. Mulai dari mushola yang dipilih sebagai lokasi penyuluhan dipakai pengajian rutin DKM yang ternyata tak dibatalkan, padahal Pak RW mengaku sudah memberitahu DKM bahwa mushola akan dipakai untuk acara P2M. Apalagi pemateri dari dinas peternakan sudah datang. Kami mulai resah. Bersyukur jam 8 acara pengajian usai, kendala lain muncul, hujan mulai turun, tak ada warga datang. Padahal sosialisasi acara sudah dilakukan saat ramah tamah. Kita terus menunggu. Kita terus menerka apa kiranya alasan sehingga kami dibiarkan harus terus menunggu dalam kegelisahan. Entah karena warga malas, capek atau tidur. Ada juga yang takut kalau-kalau warga tidak datang karena masih kecewa dengan cek kesehatan tadi siang. Kami tidak menangis, cukup langit yang menangis. DPM dan SC memberi saran supaya acara dibatalkan. Tujuan P2M tidak tercapai. Terpaksa pemateri dipulangkan, panitia meminta maaf. Beberapa pantek pulang ke tenda pukul 9 bersama hujan. Kedinginan dan kecewa merupakan kombinasi penderitaan yang cocok. Tenda basah, beberapa tas ikut basah, sleeping bag juga. Jackpot!
Pukul 10 panitia briefing untuk besok dan evaluasi kecil. Salah seorang pantek, Egy ikut angkat bicara. Diceritakannya, ketika dia berteduh sebentar di sebuah warung dalam perjalanan menuju tenda ada seorang bapak mengajaknya ngobrol dan intinya gini “Acara kalian tuh ngga ada yang datang karena kalian mau ngajarin ternak ke orang yang udah beternak dari umur 5 tahun”. Demi mendengar ini kami semua terdiam dan agak down. Siska menangis, saya yang disampingnya memeluknya dan berkata “Ini bukan menjadi salah kamu dan ngga seharusnya jadi beban kamu sendirian. Kita disini bersama”. Kata itu terlalu muluk. Dua orang staff lain ikut mengelus punggungnya dan memeluknya juga. Pelukan yang justru membuat tubuh makin dingin. Sedikit banyak aku merasa kesal. Tapi yah begitulah masyarakat, tidak selalu seperti yang kita harapkan, dan tidak semua hal berjalan seideal rencana yang telah kita susun. Tidak semua niat baik diterima dengan baik. Teruslah bertindak baik, yang menerima Allah. Tak ada satupun orang yang tertidur nyenyak.
Hari kedua. Pukul tiga, staff acara sudah menyusup ke tenda membangunkan mengajak tahajud. Air sedingin es cair. Udara bisa jadi mencapai minus. Tangan dan wajah kami terasa beku. Sebagian tahajud, sebagian kalah oleh dingin dan memilih sembunyi di balik selimut. Agenda hari kedua ada yang dibatalkan, penyuluhan ternak praktek. Widya sahabat saya yang kebetulan setenda berasumsi kalau panitia salah redaksi kalimat. Orang desa berpikir cek kesehatan adalah berobat, dan penyuluhan ternak adalah pemberitahuan cara beternak. Tapi toh kejadian semalam tidak bisa di-undo seperti kita membuat kesalahan di computer. Setelah sarapan nasi goreng yang disiapkan divisi konsumsi, senam, ada pembagian pantek. Pantek untuk sortir barang untuk baksos, cerdas cermat, pelatihan flannel ibu-ibu dan prepare acara pamungkas nanti malam;tabligh akbar. Di hari kedua ini, sahabat setenda saya, Widya(bendahara), Intan(koor P3K), Siwi(staff P3K) dan Mega(koor kogistik) ngga lagi bertugas. Sejenak saya masuk ke tenda barang dan bantu nyortir barang baksos. Balik ke tenda. Ngejemurin barang yang basah diatas tenda, dan ngerapihin tenda. Ga elegan aja lihatnya, masa tenda gadis kaya camp pengungsian. Kami tidur-tiduran eh malah ketiduran. Karena semalem tidur ngga berasa tidurnya. Pas tidur aja masih denger suara, cuma matanya aja yang merem. Lumayan lunasin cicilan tidur semalem. Agak kukurubukan perutnya, kami manjat ke atas nyari warung. Pengen ngunyah apa gitu nih mulut. Jajanannya agak jadul, dorokdok, kue koya. Menjelang dzuhur, air abis dan baru nyala lagi ashar. Aturan dari yang nyewain tempatnya. Kami rencanain mau turun ke bawa, rekomendasi dari Teh Eka(salah satu DPM). Di bawah juga ada mushola dan katanya ibu-ibunya ramah. Kami turun dan ternyata jauh banget. Sepertinya Teh Eka orangnya doyan jalan kaki ya, makanya jalan sejauh ke Zimbabwe aja dibilang dekat. Hehe. Tapi berhubung tracknya pudunan, kita ngga terlalu ngos-ngosan. Jalanan di bawah juga ada jejak bekas aspalan. Ibu-ibu disana emang ramah, mereka curhat kalau anaknya ngga pada SMP karena jauh. Yang ngelanjutin ke SMP cuma 2 orang. Itupun dari rumah harus berangkat jam setengah enam, jalan kaki dulu satu jam. Apalagi kalau pilih SMP Lembang, naik angkot yang ada mabok. Ternyata laskar pelangi ngga harus selalu yang nyebrang sungai ya. Salut sama anak P2M yang terus berjuang. Ngga ada kata akhir untuk suatu perjuangan, dalam posisi pemukiman yang jauh dengan kaum pendatang yang dominan, posisi alam berhadapan dengan perusakan lingkungan hidup, posisi kedamaian jiwa berhadapan dengan media hiburan, maupun posisi kecerdasan berhadapan dengan pembodohan masal, kita tetap berjuang kawan! Guru itu mulia!
Sorenya kami pulang ke tenda. Oky sumringah tanda bawa kabar baik. Oky banyak survey ke warga tentang respon warga, dan hamper semuanya menyambut hangat kita. Oky dan pantek lain bahkan sosialisasi ke DKMnya. Hanya saja karena semalam hujan warga bingung apakah acaranya jadi atau dibatalkan, lagipula memang hujan selalu datang beriringan dengan rasa malas. Simpang siur kabar bapak yang mengajak bicara Egy kemarin adalah pemilik tanah yang tanahnya tidak jadi kami sewa karena harga sewa tanahnya 750 ribu, sedangkan tanah yang kami tempati sekarang hanya 500ribu. Ah tak penting lagi. Yang penting saya yakin keadaannya jauh lebih baik. Cerdas cermat dan pelatihan flannel ibu-ibu berjalan sesuai harapan. Tinggal tabligh akbar.
Selepas maghrib, semuanya kecuali divisi konsumsi berkumpul di mushola. Barang baksos, dan keperluan lain ditenteng divisi logistik. Keren banget kan malam minggu diisi tabligh akbar. Dan……. Acaranya sangat sip. Warga berdatangan, bahkan membawakan makanan untuk kita, meskipun itu cemilan kecil. Terharu. Terlintas pikiran “coba dari kemaren”. Divisi PDD menampilkan video mengenai P2M kali ini, makin membuat suasana pas mantabs. Saya ngeliat dari jendela di luar. Seberapapun buruknya dunia ini, selalu ada cara untuk memperbaikinya. Dan kami ada untuk itu. Jam 10 bubar tabligh, kami membagikan beberapa helai pakaian untuk warga yang sudah dikemas. Beberapa ibu malah meminta kami membangun TPA disini. Do’akan kami ada modal yah, bu J. Kami pulang dan tidur tenang. Pulas sampai saya tidak mendengar divisi acara membangunkan tahajud. Semesta tahu, hingga langitpun tak menangis. Malamnya cerah, tapi pagi justru lebih dingin dari kemarin.
Paginya kami sarapan lanjut senam dengan segaris lengkungan di ujung bibir. Karena hari ini hari terakhir, dan akan berakhirlah acara yang semula dinanti-nanti ini. Sedikit ingin cepat berakhir, karena ingin mandi. 3 hari tidak mandi itu rasanya kaya……….3 hari ngga mandi.aktivitas hari ini terbilang ringan, ngajak outbond anak-anak desa dan pamit ke warga desa. Outbondnya di puncak bukit, tempat terhamparnya pinus yang berdiri gagah. Udah beres, akhirnya Widya nyaranin buat berpoto disitu. Ini dia potonya.
Efi(kerudung abu), saya, siwi, intan, dan widya.
Alhamdulillah happy ending nih P2M, walau tujuannya tidak tercapai, toh beralasan dan yang jelas kalian semua sudah melakukan yang paling edan! Hehe.
Comments
Post a Comment