Pertanyaan kedua: apakah orientasi hidupmu untuk bangun lalu bersikap realistis dan bukan untuk mengejar mimpimu?
Bila kedua jawaban tersebut adalah ''ya'', maka kau normal. Karena aku tahu benar, bahwa aku gila. Ini sama sekali bukan sebuah uji statistik, bukan pula sebuah pikiran iseng yang mendatangi ketika keadaan diri sedang kosong tanpa kegiatan. Tiba-tiba saja pertanyaan itu menghampiriku suatu ketika --tanpa merasa perlu untuk menjelaskan alasan yang melatarinya-- dan menggandengku untuk menelusuri jalur perjalanan masa silamku. Pembacaan ini boleh saja dilanjutkan, atau bisa saja dihentikan. Terserah opsi mana yang kau pilih.
Malam itu, cahaya bulan hinggap di atas lembaran-lembaran daun dan celah ranting pohon apel. Percaya atau tidak nasibku sama dengan nama kota tempatku tinggal, ya, aku tinggal di Malang. Jika aku bercerita, maukah kau membaca? Ah, kau mengangguk. Baiklah, izinkan aku curhat.
Nasib malangku ini sudah dimulai ketika aku masih dikandungan. ibuku mengalami apa yang namanya ngidam. Yaaaaa…. hampir rata-rata orang yang hamil biasanya ngidam. Ngidam apa ibuku??? Awalnya ngidamnya buah-buahan. Pertama mangga yang ada di pohon tetangga sebelah. Tapi karena banyak uletnya ibu memutuskan untuk mengganti ngidamnya dengan durian. Tragedi tebasan kulit durian di tangan ibu yang menyebabkan luka 1 cm di jari dan membuat karatan tangan ibu,membuat ibu pun mengganti lagi ngidamnya dengan buah yang lain lagi sampai seluruh jenis buah tetapi tidak ada yang berhasil. Dan akhirnya ibu memutuskan untuk ngidam sekoteng. Lho kok??? Yaaaa… ga tau juga kenapa milih sekoteng.
Pada saat matahari tenggelam, ibu sudah bersiap untuk membeli sekoteng karena biasanya tukang sekoteng datengnya malem-malem. Pintu rumah pun dibuka, ibu duduk diruang tamu dan sambil memegang mangkok sekoteng ibu berdoa agar tukang sekoteng segera dateng. Sudah hampir menunjukkan pukul 11.23 malam, terdengar bunyi mangkok ditabuh “ Teng…teng..teng…”, ibu pun melonjak kegirangan dan segera berjalan ke depan gerbang.Ternyata bunyi itu adalah bunyi tukang somay. Ibu pun kesal. Biasanya tukang somay kalau jualan cuma pake teriakan “ SOMAAAAY..” tapi sekarang enggak, tukang somay pun berkilah bahwa dia lagi sariawan. Akhirnya ibu pun kembali duduk di ruang tamu, dan tiba-tiba tertidur.
Pada malam, malamnya minggu kedua pada beberapa bulan kemudian, tukang sekoteng akhirnya datang juga. Sambil mengelus perut hamilnya ibu berkata “ Nak, tukang sekoteng datang”. Ibu berlari menghampiri si Emangnya dan tanpa basa-basi langsung membeli sekoteng dengan merek sekoteng Hello Kitty yang tertulis digerobaknya.
Ternyata tukang sekoteng itu adalah Joker yang menyamar, karena ia diberi tugas oleh Voldemort untuk menculik aku. Ya, setelah aku lahir, aku langsung diculik tukang sekoteng itu. Aku dibesarkan oleh Voldemort. Hingga pada suatu saat, “Sukinem, sudah saatnya kamu bekerja untukku.. hahahaha” ujar Voldemort.
“Tapi.. tapi.. tapi..” jawabku.
“Tidak ada tapi-tapian, ayo cepat kerja. Atau kau mau aku jadikan tumbal?”.
“Oh tidak bissaaaa”. Aku pun diberinya ‘kecrekan’.
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari telah ku lewati dengan kesedihan. Aku anak jalanan, aku pengamen. Tiap hari aku disiksa oleh Voldemort, dan si Joker… dia bangkrut, karena sekoteng yang ia jual diduga mengandung formalin. Hah? Berarti.. aku, maksud aku, ibu aku makan sekoteng yang ada formalinnya dong? Astaga. Malangnya diriku..
Suatu saat, aku sudah tidak tahan dengan siksaan itu, aku hampir gila. Aku ingin membunuh Voldemort. Ketika dia tidur, aku menyelinap ke kamarnya. Aku hanya membawa jarum, koin, dan keju. Bodohnya diriku.
Aku merasa diriku sedikit psikopat, sambil aku makan keju dan berencana menusukkan jarum itu di kepala Voldemort, dan koin itu akan aku gunakan untuk naik bis ke Grogol membuang mayatnya. Tiba-tiba ada sebuah sinar. Ada seseorang. Ah! Harry Potter datang dan berkata “Hei dia musuhku, apa-apaan ini??!!”. Aku pun curhat kepadanya. Harry berkata lagi “Kalau kamu yang membunuhnya, lalu bagaimana jadinya filmku yang berikutnya. Dasar dodol!!!”
Karena suara gaduh kami, Voldemort terbangun.
“Aya naon ieu? Gandeng! Ngga tau apa aku lagi bobo”, kata Voldemort sambil mengucek matanya, dan menggaruk hidungnya yang belum jadi itu. Hei sejak kapan Voldemort berbahasa sunda, ah aku ingat dia kan berteman dengan banyak pedagang sekoteng dulu. Dengan sigap aku kabur, hanya ini jurus paling tepat. Tanpa komando siapapun, sekencang mungkin aku menggerakkan kakiku.
Tapi, apa yang terjadi? Aku tersungkur oleh kerumunan selimut, yang dilemparkan oleh Voldemort saat ia terbangun dari tidurnya. Brukk.. Dug.. Bledag.. “Hahahaha”, terdengar ada suara orang yang menertawakanku. Akupun melihat ke belakang. Dan.... Ah, sialan! Mereka berdua menertawakanku. Tapi tiba-tiba, mereke berhenti tertawa dan langsung saling menyerang satu sama lain. Aku saat itu hanya bengong, dan merasa tidak dipedulikan.. “STOP!!!! Stop berkelahi kalian berdua! Ini kan cerita tentangku, bukan cerita tentang kalian berdua! Huh, kalo gini. Loe, loe, gue, END!”, aku meninggalkan mereka berdua dari kamar itu.
Aku keluar dari rumah Voldemort, saat itu hujan sedang deras. Tapi.. sebentar, kok jalan di depan gerbang itu kering sih?! Aku pun tersadar, ternyata hujan itu berasal dari pembantu Voldemort yang sedang menyiram bunga. “Oh my God! Mang, cukup cukup! Berhenti dong nyiramnya! Ga liat apa aku kesiram!”, amukku padanya.
“Aduh, maaf maaf ya Sukinem. Mang ga liat”, ujarnya dengan datar.
Aku pun mengacuhkannya, aku langsung berlari keluar gerbang.
“aaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrgggggggggg!” aku berteriak kencang karena merasakan ada yang menarik tanganku.
“sssstttt,jangan berisik” ujar lelaki itu. Aku mengamati wajahnya dengan seksama.
Saha nya? Asa kenal, ujarku dalam hati. Oh Yaa! Aku tau!
“Ente Fa’ank kan? Vokalis Band wali?,” tanyaku antusias
“hahaha, ternyata!” ujarnya sambil senyum-senyum ga jelas. “sudah banyak yang mengiraku seperti itu. Tapi sebenarnya aku adalah tukang somay yang dulu di sangka Mang sekoteng oleh ibumu. Aku disini untuk menyelamatkanmu.”
Aku terdiam. Tak tau harus mengucapkan apa. “ kalau begitu, mari kita pergi sekarang!”
“eeit, tunggu dulu,” ujarnya sambil membentang tikar di depan gerbang. Ia menarikku duduk dan mengambil tas rasnselnya yang besar. Pasti itu perkakas untuk menyelamatkanku, begitu dugaanku.
Namun ternyata, ia mengeluarkan kosmetik-kosmetik MLM yang sedang naik daun di dunia sihir.
“tau ga kenapa ente di culik Voldemort?” tanyanya pelan. Saat itu aku menyadari bahwa ia memakai maskara anti air yang membuat matanya tidak hitam.
“tidak. Memang kenapa gitu?”, kataku sinis.
“ini ni yang buat dia jadi jelek tanpa hidung.” Katanya sambil menunjukkan botol cream kecantikan. “ ini tu ga ada SPF15 nya, jadi bisa bikin kulit siapapun melepuh. Tuh buktinya sekarang voldemort ga punya hidung. Karena itu dia nyulik ente dan sampai umur ente cukup di jadiin tumbal. Dia mau ngambil wajah ente!” bisiknya pada kalimat terakhir.
Tanpa pikir panjang, ku rampas kosmetik yang kata Fa’ank gadungan itu mengandung SPF15 dan segera mungkin kuberlari menuju pintu rumah voldemort. Namun, sekali lagi aku merasakan rintik-rintik air yang mengenai wajahku yang mulus.
“mang! Aku kesiram lagi ni. Mang teh tukang kebun atau pemadam kebakaran?” tanyaku kesal.
“ maaf neng, mang kira pohon” katanya sekali lagi tanpa ekspresi.
Aku mengetuk pintu. Tak sabar bertemu dengan voldemort untuk memberinya obat yang selama ini ia cari sampai-sampai menculikku. Pada ketukan ketiga pintu terbuka. Wajah Harry yang mengingatkanku dengan Kim Bum menyambut.
“ Voldemortnya ada?” tanyaku
“lagiiiii...... Kerammmaaaasssss,” katanya dengan nada seperti salah satu produk Shampoo di televisi.
Ggggrrrrr....sekali lagi aku bingung dengan kegilaan yang aku alami selama hidup. Aku pun menerobos masuk dan duduk di depan perapian. Disana kulihat Nagini--ular voldemort—sedang asyik menonton acara Tarung Dangdut yang sedang di siarkan. Tak lama setelah itu, voldemort datang dengan handuk di kepalanya. Aku memandangnya heran, bukannya voldemort ga punya rambut ya?batinku. matanya bengkak, kulitnya melepuh(dan setelah sekian lama, aku baru menyadarinya).
“ Voldemort!” kataku menggelegar! “Sekarang aku punya obat untuk menumbuhkan kembali hidungmu!” kataku riang.
“ benarkah?” tanyanya.
“ya! Dalam waktu 2 minggu wajahmu akan bersih merona,” lanjutku.
Voldemort menangis keras karena terharu. Batinku iba sehingga secara tak sadar aku memeluknya diiringi dengan pelukan hangat juga dari joker dan Harry. Akhirnya,aku bisa pulang.
PS:
Penulisnya ada 4 orang; AANG NOVIYANA UMBARA, GRIYA LALITA FIRDAUSY, INTAN ISTI ROGAYAH dan ASTECIA PARAMITHA. Mereka superduper ngaco dan gila level tak hingga.
Postingan ini juga diterbitin di majalah Anak Kimia UPI loh.. :)
Comments
Post a Comment